Puncaknya, kata Melky, pada Oktober 2023 lalu Presiden Jokowi kembali mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi.
Melalui regulasi ini, Bahlil diberi wewenang untuk mencabut izin tambang, perkebunan, dan konsesi kawasan hutan, serta bisa memberikan izin pemanfaatan lahan untuk ormas, koperasi, dan lain-lain.
Baca Juga:
APPRI Beri Solusi Soal Penanganan Tambang Ilegal di Kaltim
"JATAM menduga langkah presiden Jokowi yang memberikan wewenang besar hingga kemudian Bahlil mempunyai kuasa untuk mencabut ribuan izin tambang itu sesungguhnya penuh dengan koruptif. Indikasi korupsi itu diperkuat dengan dugaan Menteri Bahlil yang mematok tarif atau fee kepada sejumlah perusahaan yang ingin izinnya dipulihkan," kata Melky.
JATAM meminta KPK menindaklanjuti laporan mengenai dugaan korupsi yang melibatkan Bahlil.
"JATAM berharap dan mendesak KPK agar bekerja dengan cepat pascapelaporan ini dilakukan guna menyambungkan fakta-fakta yang sudah terungkap ke publik sehingga kita dapat melihat gambar utuh dari puzzle-puzzle tersebut agar kita bisa melihat sebejat apa dugaan korupsi yang terjadi, berikut siapa saja pihak yang memperoleh keuntungan," ujarnya.
Baca Juga:
Sidang Keberatan Kementerian ESDM Atas Putusan KIP, Warga Dairi Ajukan 2 Bukti Tambahan
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memerintahkan Tim Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
"Pimpinan sudah minta Dumas untuk melakukan telaahan atas informasi yang disampaikan masyarakat," kata Alex saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis.
Sementara itu, Bahlil enggan merespons laporan yang dilayangkan JATAM tersebut.
