WAHANANEWS.CO, Jakarta - Langkah hukum yang ditempuh oleh manajemen Jawa Pos terhadap Dahlan Iskan dan mantan Direktur Nany Wijaya kini memasuki babak baru.
Di tengah sorotan publik, pihak Jawa Pos akhirnya angkat bicara mengenai alasan di balik gugatan tersebut.
Baca Juga:
Dahlan Iskan Kaget Ditetapkan Tersangka, Singgung Direksi Jawa Pos sebagai Pelapor
Direktur Jawa Pos Holding, Hidayat Jati, menegaskan bahwa proses hukum yang berjalan tidak dimaksudkan untuk mengingkari kontribusi besar Dahlan Iskan dalam sejarah pengembangan Jawa Pos.
Namun, menurutnya, langkah ini murni dilakukan demi penertiban aset dan penyelamatan kepemilikan perusahaan.
"Seperti semua aksi korporasi, direksi harus merapikan pembukuan dan menjaga tata kelola perusahaan dalam memastikan kejelasan status kepemilikan asetnya," ujar Jati dalam keterangan tertulis, Minggu (13/7/2025).
Baca Juga:
Pelaku Penganiayaan di Pagar Merbau Ditangkap! Ini Kata Ketua PBH Peradi Deli Serdang
Ia menjelaskan bahwa program pengampunan pajak (tax amnesty) pada 2016 menjadi momentum penting untuk menata ulang kepemilikan aset.
Hasil program tersebut telah dimasukkan ke dalam laporan keuangan yang diaudit resmi dan disahkan dalam RUPS Jawa Pos, dengan keputusan bulat dari para pemegang saham.
Dalam proses penertiban itu, kata Jati, memang terdapat beberapa aset yang bersinggungan langsung dengan nama atau transaksi atas nama Dahlan Iskan. Namun, ia mengklaim bahwa sebagian besar dapat diselesaikan secara damai.
"Upaya penertiban di aset-aset Pak Dahlan itu yang prosesnya tadinya rumit, sebagian besar bisa diselesaikan dengan damai dan baik-baik, kok," jelas Jati.
Contohnya, pengalihan aset terkait investasi pribadi Dahlan dalam proyek PLTU di Kalimantan Timur, maupun proyek pengolahan nanas, disebut berhasil diselesaikan secara kompromistis.
Namun, dalam beberapa kasus lain, direksi perusahaan akhirnya memilih langkah hukum. "Itu keputusan yang berat, tapi perlu dilakukan. Aset Jawa Pos harus diselamatkan dan hukum harus dipatuhi," kata Jati.
Meski demikian, pihaknya tetap membuka ruang negosiasi jika ada itikad baik dari Dahlan Iskan.
"Kami selalu terbuka untuk itu karena kami sadar jika tidak paham betul atas duduk perkara hukum yang ada, akan mudah muncul salah persepsi," lanjutnya.
Seperti diketahui, Dahlan Iskan kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat dan penggelapan aset. Keputusan ini diambil oleh Ditreskrimum Polda Jawa Timur usai gelar perkara pada Selasa (2/7).
Bersama Dahlan, mantan Direktur Jawa Pos, Nany Wijaya, juga ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik berencana memanggil keduanya untuk diperiksa lebih lanjut serta menyita sejumlah barang bukti yang relevan dengan perkara.
Kasus ini bermula dari laporan Rudy Ahmad Syafei Harahap ke Polda Jatim pada 13 September 2024, dengan nomor registrasi LP/B/546/IX/2024/SPKT/Polda Jawa Timur.
Sengketa ini menyoroti pentingnya penataan kepemilikan aset di lingkungan perusahaan media besar, terutama setelah masa transisi kepemimpinan dan dinamika bisnis yang kompleks.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]