WahanaNews.co | Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) melaporkan, dalam 2 bulan terakhir ini, masih saja terjadi pencurian ikan oleh kapal ikan asing (KIA) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711, yang mencakup Laut Natuna Utara.
Selain itu, pencurian ikan juga terjadi WPPNRI 571 Selat Malaka dan WPPNRI 572 Samudera Hindia bagian barat Sumatera.
Baca Juga:
Laut Natuna Utara Kepri Digempur Kapal Ikan Asing, Bakamla Tangkap Awak Vietnam
"Pelaku illegal fishing tersebut adalah KIA berbendera Vietnam, Malaysia dan Sri Lanka," tulis IOJI dalam laporannya dikutip Minggu (24/10).
IOJI melaporkan, berdasarkan citra satelit, klaster illegal fishing oleh KIA Vietnam di Laut Natuna Utara selama September 2021 terdeteksi di zona utara Laut Natuna Utara.
Keberadaan KIA Vietnam juga terdeteksi di ZEE Indonesia yang merupakan wilayah sengketa dengan Vietnam.
Baca Juga:
Nelayan Terintimidasi Kapal Asing, Bupati Natuna Minta TNI AL dan Pemerintah Turun Tangan
"Pada September 2021, terdeteksi 35 kapal ikan Vietnam berada di wilayah ZEE Indonesia yang tumpang tindih dengan klaim ZEE Vietnam. Sedangkan pada klaster illegal fishing di ZEE Indonesia di bawah garis Landas Kontinen, terdeteksi setidaknya 13 kapal ikan Vietnam pada 16 September 2021," tulis IOJI.
IOJI menyatakan, intrusi kapal ikan Malaysia terdeteksi di ZEE Indonesia, Selat Malaka. Lalu, patroli yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan berhasil menangkap 2 kapal ikan berbendera Malaysia yang melakukan intrusi di Selat Malaka pada 10 dan 26 September 2021.
Selain itu, Kapal Pathuma 4, yang merupakan kapal ikan, diketahui berada di WPPNRI 572 ZEE Indonesia sejak 26 September 2021 hingga 01 Oktober 2021.
Berdasarkan jejak lintasannya, kapal tersebut berangkat dari Sri Lanka. Tidak teridentifikasi bendera apa yang digunakan oleh kapal itu. Namun, jelas tidak terdaftar sebagai kapal ikan Indonesia.
"Dengan demikian, intrusi kapal tersebut mengindikasikan adanya illegal fishing yang dilakukan di ZEE Indonesia," tulis IOJI.
Lebih lanjut, IOJI juga mendeteksi sejak 4 hingga 13 Oktober 2021, ada empat kapal ikan milik perusahaan Tiongkok di Laut Natuna Utara, yakni, Lu Qing Yuan Yu 155 (IMO. 8529454); Lu Qing Yuan Yu 156 (IMO. 8529478); Lu Qing Yuan Yu 159 (IMO. 8529507) dan Lu Qing Yuan Yu 160 (IMO. 8529519).
Keempat kapal tersebut terdaftar di Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) sebagai kapal berbendera Kenya dengan alat tangkap purse seine dan bobot 493 GT.
IOJI menyatakan empat kapal tersebut dioperasikan oleh Ziegen Enterprises Limited dan dimiliki oleh perusahaan Tiongkok bernama Qingdao Yuantong Pelagic Fisheries Company Ltd yang berdomisili di Kenya.
"Empat kapal tersebut beroperasi dengan pola berpasangan, Kapal Lu Qing Yuan Yu 155 berpasangan dengan kapal Lu Qing Yuan Yu 156, sedangkan kapal Lu Qing Yuan Yu 159 berpasangan dengan kapal Lu Qing Yuan Yu 160," tulis IOJI.
Menurut IOJI, armada Kapal Ikan Luqingyuanyu 160 berangkat dari Mombasa, Kenya pada 25 Maret 2021 untuk menuju fishing ground di Samudera Hindia. Pada 29 September 2021, kapal lalu meninggalkan fishing ground dan berlayar memasuki Selat Malaka.
Kemudian sesampainya di wilayah ZEE Indonesia Laut Natuna Utara pada 04 Oktober 2021, armada kapal tersebut mengurangi kecepatannya dan bergerak meninggalkan lintasan lurusnya dan bertahan di LNU selama 9 hari.
Hingga 13 Oktober 2021, kapal tersebut bergerak kembali dengan kecepatan tinggi meninggalkan ZEE Indonesia ke arah Laut Cina Selatan.
"Berdasarkan laman nation.africa pada Oktober 2021, armada kapal tersebut telah dicabut benderanya (delisted) oleh Pemerintah Kenya, sehingga kapal-kapal tersebut saat ini berstatus sebagai kapal stateless," tulis IOJI.
Dihubungi terpisah, Ketua Nelayan Lubuk Lumbang Kelurahan Bandarsyah Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Herman mengatakan hal serupa. Menurutnya, kapal ikan asing yang berada di Laut Natuna Utara mayoritas berasal dari Vietnam.
Ia menyebut, tidak jarang nelayan Indonesia berpapasan dengan kapal ikan asing itu.
"Vietnam paling banyak, kalau Thailand sudah berkurang. Itu posisinya sekitar 60 sampai 100 mil. Nelayan memang sering berpapasan,"kata Herman.
Herman mengatakan saat ini, patroli pengawasan yang dilakukan sejumlah instansi di Laut Natuna memang sudah intensif. Namun, menurut dia, armada yang ada tidak mampu mengawasi seluruh area.
"Armada pengawas kita kan sedikit. Jadi Vietnam itu dia kucing-kucingan. Seandainya pengawas kita berada di posisi Selatan, mereka bermain di sisi Utara," ujarnya. [rin]