WahanaNews.co, Jakarta – Sikap Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengajukan kasasi atas vonis bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dari dakwaan pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan dinilai Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merupakan sebuah langkah mundur.
Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya Saputra mengatakan langkah itu bertentangan dengan semangat kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Baca Juga:
AMIN Teken Pakta Ijtima Ulama, KontraS Pertanyakan Kesesuaian dengan Visi Misi
"Kami memandang bahwa kasasi yang dilakukan oleh JPU merupakan satu langkah mundur untuk kemudian bisa membuat atau seenggaknya menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi secara substansial dijamin dan dilindungi di Indonesia," kata Dimas melansir CNN Indonesia, Selasa (9/1/2024).
Dimas menjelaskan perkara Haris dan Fatia tidak esensial untuk diteruskan. Dia mengatakan hal itu diperkuat dengan pernyataan majelis hakim di PN Jakarta Timur bahwa buah pikir atau pemikiran seseorang tidak bisa dihakimi atau dipidana.
"Dari situ kita bisa menyimpulkan bahwa isi pikiran atau kepala seseorang itu tidak layak untuk dijadikan unsur pidana," ujarnya.
Baca Juga:
Penahanan 7 Tersangka Bentrok Rempang Ditangguhkan
Menurut Dimas, seharusnya JPU juga memahami hal tersebut. Dimas mengingatkan apa yang dikatakan Fatia dan Haris merupakan bagian dari kebebasan berpendapat.
"Terutama sekali dalam konteks yang lebih substansial apa yang dilakukan Fatia dan Haris itu adalah upaya untuk melakukan kontrol melalui kritik kepada pejabat publik," ucap Dimas.
"Karena yang dikritik oleh Fatia dan Haris adalah kebijakan dan atribusi pak luhut sendiri sebagai pak menteri atau pejabat publik. Sehingga JPU harusnya bisa membaca konteks itu lebih jelas dan jernih bahwa kasus ini sama sekali tidak layak untuk kemudian diteruskan," imbuhnya.
Diberitakan, Haris dan Fatia divonis bebas karena dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan jaksa dalam Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Pasal 14 ayat 2 jo Pasal 15 UU 1/1946, dan Pasal 310 KUHP. Setiap pasal tersebut disertai dengan Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Majelis hakim juga meminta harkat dan martabat kedua terdakwa dipulihkan seperti semula. Perkara itu diadili oleh ketua majelis hakim Cokorda Gede Arthana dengan hakim anggota Muhammad Djohan Arifin dan Agam Syarief Baharudin. Namun, JPU justru mengajukan upaya hukum kasasi.
Komnas HAM juga berharap JPU menarik upaya kasasi atas putusan majelis hakim PN Jakarta Timur itu. Ketua Komnas HAM Atnike Sigiro menyatakan dalam kondisi ideal seharusnya Haris dan Fatia bahkan tak perlu sampai masuk ranah pidana sejak awal.
"Komnas HAM berharap jaksa dapat mempertimbangkan untuk menarik kembali pengajuan kasasinya," kata Atnike kepada CNN Indonesia, Selasa (9/1/2024).
[Redaktur: Alpredo Gultom]