WahanaNews.co | Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebutkan bahwa dalam 2 tahun terakhir, kekerasan berbasis gender online (KBGO) mengalami kenaikan.
KPPA mencatat kasus itu mencuat di masyarakat selama pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Dinas Sosial PPPA Papua Barat Daya Bentuk Kelompok Kerja dan Vocal Point Pengarus Utamaan Gender
"Situasi dua tahun ini membuat kasus kekerasan itu trennya naik. Karena apa? Karena sekarang dua tahun dengan pandemi Covid-19 yang dulunya tidak sedahsyat ketika dua tahun ini adalah kasus kekerasan berbasis gender online menggunakan media sosial," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati dalam sebuah diskusi daring, Jumat (10/12).
Bukan hanya KBGO, Ratna menyebut kasus perdagangan orang juga tak kalah dahsyat mengalami laju kenaikan. Dia menduga hal itu dipicu persoalan ekonomi buntut pandemi Covid-19.
"Semula kalau bicara pandemi Covid-19 itu pemikiran kita itu kasusnya kesehatan ya, ternyata tidak ini kasus berdampak juga pada ekonomi, berdampak pada sosial. Nah kemudian oknum-oknum ini memanfaatkan jaringan-jaringan khususnya tindak pidana perdagangan orang itu memanfaatkan melalui media sosial," kata dia.
Baca Juga:
Dinas Sosial Kulon Progo Dampingi KEP Desa Hargowilis untuk Pemberdayaan Perempuan
Ratna mengatakan, KPPPA menyediakan layanan pengaduan bagian korban kejahatan seksual yang siap melayani 1x24 jam nonsetop. layanan ini berupa call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA). Adapun laporan pengaduan bisa dilayangkan lewat hotline: 081111291294.
"Dengan SAPA 129 artinya kita memberikan ruang aksesibilitas, ini menjadi ruang siapa pun 24 jam ya. Call center 129 ini adalah 24 jam," kata Ratna.
Ratna menjelaskan bahwa layanan itu siap tersedia selama 1x24 jam dan seminggu penuh tanpa jeda. Penyintas kejahatan seksual tak usah khawatir tak akan dilayani. Ratna menjamin para stafnya akan terbuka menerima aduan dari mereka yang mengalami kejahatan seksual.
"Layanan atau pengaduan meskipun tak terlayani langsung, misalnya perlu jeda waktu dan sebagainya itu pasti ter-record ya," katanya.
Ratna menerangkan bahwa dalam lima tahun ke depan arah kebijakan pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak telah ditetapkan prioritas presiden. Salah satunya menyangkut komitmen untuk memastikan penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Inilah yang menjadi dimensi bagi Kemen PPPA ke depan untuk terus melakukan berbagai upaya hulu-hilir dalam melakukan pencegahan, penanganan dan juga pemulihan bagi perempuan yang mendapatkan kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus," ujar dia.
Sementara itu, Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Margareth Robin Korwa menyebut selaman kurun waktu 2021 ini pihaknya menerima 799 laporan kekerasan terhadap perempuan.
"Bahwa yang paling banyak itu kekerasa dalam rumah tangga, berupa apa? Yang paling banyak itu adalah penelantaran, kedua kekerasan fisik, yang ketiga kekerasan seksual," kata Margareth. [dhn]