WahanaNews.co | Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, mengecam kudeta partai. Belakangan terjadi
kudeta Partai Demokrat.
Selain Partai Demokrat, tubuh Komite
Nasional Pemuda Indonesia(KNPI) juga terjadi pendongkelan.
Baca Juga:
Diajak Gabung Parpol Pelita, Gatot Nurmantyo: Saya Tidak Berpartai
Dalam percakapan di kanal YouTube "Bang Arief
FNN", Gatot menanggapi pertanyaan soal pengambilalihan parpol yang merembet ke organisasi kepemudaan.
Gatot melihat, efek
kudeta Partai Demokrat ini bisa menjadi alarm bahaya bagi kehidupan bangsa dan
negara.
"Kalau ini kejadian di partai, dan berubah (lanjut) ke perusahaan, dan
dilegalkan (yang mengambilalih), saya kira tinggal tunggu saja bangsa ini
hancur, punah," jawab Gatot, dalam kanal YouTube itu, dikutip Selasa (16/3/2021).
Baca Juga:
Ini Profil Aylawati Sarwono, yang Diduga Foto Syur Dengan Gatot Nurmantyo
Dengan kejadian kudeta Partai Demokrat
oleh Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang dan juga kejadian pengambilalihan
lainnya, membuat elite parpol khawatir.
"Pasti semua ketua umum partai
sekarang waswas. Kapan partai saya akan diambil juga, ngomong salah sedikit
nanti (bisa diambil). Kebebasan demokrasi macam apa ini. Ini sangat berbahaya,"
jelasnya.
Gatot pun mengulas apa yang perlu
dicermati pasca-KLB Demokrat beberapa pekan lalu.
Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan
Indonesia (KAMI) itu khawatir kalau Menkumham mengesahkan kepengurusan hasil
KLB Demokrat.
"Apabila ini
dilegalkan Kemenkumham, akhirnya semua partai akan gini. Terus untuk apa bikin
parpol baru. Lebih baik nunggu saja kesempatan ambil partai orang. Kalau
Menkumham melegalisir, selesai. Demokrasi macam apa ini, mau jadi bangsa apa
ini," jelasnya.
Situasi parpol yang diacak-acak ini,
menurut Gatot, pasti berdampak pada kehidupan
demokrasi.
Nantinya demokrasi bangsa ambruk, lalu gilirannya bangsa dan negara ini jadi
terancam.
"Kita tunggu saja demokrasi ambruk,
intervensi dari luar bisa dengan mudah masuk. Kita rampasin parpol saja selesai
permasalahan kan. Apalagi waktu itu kan ada "gunakan uang". Ya, kalau 1000 triliun, bagi negara lain itu mudahlah,"
katanya. [dhn]