WahanaNews.co, Bandung - Sejumlah korban kasus investasi bodong robot trading DNA Pro kembali mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung pada Rabu (20/11/2024). Mereka menuntut agar uang dan aset sitaan segera dikembalikan.
Hingga saat ini, para korban belum menerima hak mereka, meski kasus ini telah inkrah hampir dua tahun lalu.
Baca Juga:
Polisi Sita Rp 307 Miliar Serta Amankan 11 Tersangka Trading DNA Pro
Pengacara korban kasus DNA Pro, Bintomawi Siregar, mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambannya proses pengembalian uang dan aset sitaan kepada korban.
Ia menilai alasan yang diberikan Kejari Kota Bandung selama hampir dua tahun terakhir tidak mencerminkan kesungguhan untuk menuntaskan kasus ini.
“Mengenai kluster itu hanya double nama, ada dari LPSK dan ada dari Bareskrim sekitar 700-an orang. Itu satu dua hari selesai mengerjakannya. Jadi satu tahun sembilan bulan kami hanya diberi seribu satu alasan untuk memperlama,” ujar Bintomawi dengan nada kecewa.
Baca Juga:
Sita Rp 307 Miliar, Polisi Tangkap 11 Tersangka Kasus Trading DNA Pro
Ia juga menekankan bahwa hukum harus ditegakkan dengan hati nurani, sesuai dengan arahan Jaksa Agung, bukan dengan berbagai alasan untuk menunda-nunda.
“Jadi kami datang ke sini meminta hati nurani sebagaimana yang disampaikan oleh bapak Jaksa Agung, menegakkan hukum menggunakan hati nurani, bukan dengan seribu satu alasan menunda. Takut digugat? Biar segera tuntas (sekali eksekusi) itu bukan alasan, harus berdasarkan hukum,” tegas Bintomawi.
Bintomawi juga mengkritik sikap jaksa yang seolah mengabaikan penderitaan korban. Ia menyebut, meski korban terus berjuang meminta haknya, tidak ada respons yang memadai.
“Mereka kan jaksa, sarjana hukum, harusnya sadar. Orang nanya ya, ‘Pak, jangan tahan uang saya, jangan tahan uang saya berkali-kali.’ Lihat di Instagram Kejari Kota Bandung, menutup telinga. Setiap ada postingan soal DNA Pro, mereka ketawa-ketawa di atas, tidak peduli. Ini korban loh, terdakwa sudah bebas, di mana keadilannya?” tutup Bintomawi dengan nada geram.
Ketua Asosiasi Korban Investasi Berjuang Bersama DNA Pro, Ryan Firmansyah, dengan nada penuh keprihatinan menyebutkan kondisi para korban yang kian memprihatinkan.
“Sudah satu tahun sembilan bulan para korban ini masih terkatung-katung. Ada yang meninggal, ada yang sakit, dan ada yang terjerat utang pinjaman online. Kami mohon, bulan ini hak kami bisa segera dikembalikan,” ujarnya di depan kantor Kejari Kota Bandung.
Oleh karena kekesalan para korban turut membawa sepanduk untuk melelang Kantor Kejari Kota Bandung.
Di sisi lain, sepuluh orang terdakwa dari kasus ini telah dinyatakan bebas setelah sebelumnya divonis kurungan penjara dua hingga empat tahun oleh Pengadilan Negeri Kelas IA Tipikor Bandung, pada Desember Januari 2023.
Setelah sebelumnya menyampaikan proposal ke Kejari Kota Bandung, kali ini beberapa korban datang langsung dan menagih haknya. Berdasarkan pantauan IDN Times, para korban datang dengan pendamping hukumnya.
Beberapa orang terpantau menahan air matanya dan terus menyampaikan protes di pintu masuk kantor Kejari Kota Bandung. Mereka meminta Kejaksaan segera mencairkan kerugian berdasarkan aset yang sudah dilelang.
Beberapa orang terpantau menahan air matanya dan terus menyampaikan protes di pintu masuk kantor Kejari Kota Bandung. Mereka meminta Kejaksaan segera mencairkan kerugian berdasarkan aset yang sudah dilelang.
Bahkan para korban turut membawa sepanduk untuk melelang Kantor Kejari Kota Bandung.
"Kami minta segera dikembangkan, korban kini banyak terlilit pinjol, beberapa sudah ada yang meninggal, kasihan anak-anak mau sekolah," ujar salah satu korban saat protes di Kantor Kejari Bandung.
Pendamping hukum korban, Alvin Lim datang langsung dan turut meminta Kejari Kota Bandung segera mencairkan pengembalian kerugian kepada korban. Ia mengatakan, alasan yang disampaikan oleh kejaksaan soal pengembalian menunggu hasil lelang tidak masuk akal.
"Kepala kejaksaan sudah ganti beberapa kali, sedangkan uang para korban belum dikembalikan dengan alasannya mereka mulai lelang dulu semua. Itu enggak ada dalam KUHP, seperti itu tuh enggak ada aturan seperti itu ya," ungkap Alvin.
Kerugian Korban Menumpuk
Diberitakan sebelunya pada minggu lalu, Kamis (14/11/2014), Bintomawi Siregar, menyatakan bahwa pihak Kejari telah mengumpulkan uang sebesar Rp149 miliar dari aset sitaan yang telah berhasil dilelang. Namun, hingga saat ini, uang tersebut belum dikembalikan kepada para korban.
“Sudah terlalu lama kami menunggu untuk mendapatkan hak kami. Ini bukan soal pilihan, ini adalah hak korban. Kami keberatan dengan kebijakan menunggu seluruh aset terjual, karena kerugian para korban semakin besar,” tegasnya.
Ia juga menyerahkan proposal agar uang rampasan segera disalurkan, tanpa perlu menunggu hasil lelang 17 aset yang tersisa.
Korban juga menyampaikan bahwa mereka sudah berupaya melaporkan masalah ini ke pemerintah pusat melalui program Lapor Mas Wapres, tetapi hingga kini belum ada kepastian.
Proses Pengembalian Masih Berlanjut
Menanggapi hal ini, Kasi Pidum Kejari Kota Bandung, Mumuh Ardiyansyah, menjelaskan bahwa proses pengembalian kerugian korban masih terus berjalan. Salah satu kendalanya adalah sinkronisasi data dari tiga klaster korban, yaitu berdasarkan berkas perkara, audit independen, dan data dari LPSK.
“Kami sedang melakukan sinkronisasi untuk memastikan tidak ada duplikasi nama korban. Koordinasi ini memakan waktu karena melibatkan banyak pihak,” jelasnya.
Mumuh menambahkan, dari total 49 aset yang disita, 32 telah dilelang oleh Badan Pemulihan Aset Kejaksaan Agung. Sisanya, yaitu 17 aset berupa tanah, bangunan, dan satu unit mobil, masih dalam proses lelang. Lokasi aset tersebut tersebar di Jakarta, Banten, dan Bali.
“Kami mengambil keputusan bahwa eksekusi akan dilakukan satu kali setelah seluruh aset dilelang. Hal ini dilakukan untuk memastikan proses eksekusi berjalan tuntas,” ujar Mumuh.
Korban Terus Berjuang
Kasus DNA Pro, yang melibatkan 3.119 korban, menyisakan luka mendalam. Para korban mengalami kerugian finansial yang besar setelah terdakwa dijatuhi vonis dua hingga empat tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Kelas IA Tipikor Bandung pada awal 2023.
Ryan Firmansyah menegaskan bahwa para korban hanya ingin hak mereka dikembalikan.
“Kami tidak meminta lebih. Kami hanya ingin hak kami sebagai korban dipenuhi, agar kami bisa melanjutkan hidup,” tuturnya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]