WahanaNews.co | Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengakui politik dinasti atau kekuasaan yang dilakukan oleh suatu keluarga memperbesar kemungkinan terjadinya korupsi di Indonesia.
Pernyataan Alex, sapaan Alexander Marwata ini disampaikan setelah pihaknya menangkap dan menetapkan Bupati Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek di Muba.
Baca Juga:
Dugaan Pelanggaran Etik Marwata dan Ghufron, Dewas KPK Kumpulkan Bukti
Selain Dodi, kasus ini juga menjerat Kadis PUPR, Herman Mayori; Kabid SDA atau PPK Dinas PUPR Muba, Eddi Umari; dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara, Suhandy. Dodi diduga memerintahkan anak buahnya untuk merekayasa lelang proyek.
Atas rekayasa lelang tersebut, Dodi Reza Alex Noerdin diduga menerima suap sekitar Rp 2,6 miliar dari Suhandy yang mendapat empat proyek pekerjaan di Dinas PUPR Muba. Sebagian suap itu telah diserahkan Suhandy kepada Dodi Reza melalui Herman Mayori dan Eddi Umari.
Dodi merupakan anak dari mantan Gubernur Sumatera Selatan yang juga mantan Bupati Muba, Alex Noerdin. Saat ini, Alex Noerdin ditahan Kejaksaan Agung di Rutan Salemba atas dua kasus korupsi.
Baca Juga:
Firli Bahuri Rencanakan Saksi Decharge Baru dalam Kasus Pemerasan Syahrul Yasin Limpo
Kedua kasus korupsi yang menjerat Alex, yakni dugaan korupsi dana hibah dari dana APBD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015 dan tahun 2017 kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang.
Kasus ini terkait pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang serta kasus dugaan korupsi dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019.
Selain Dodi Reza dan Alex Noerdin, terdapat sejumlah politik dinasti yang terjerembab korupsi. Sebut saja politik dinasti di Probolinggo, Cimahi, Kutai Kertanegara, Banten, Kendari, Kutai Timur dan sejumlah daerah lainnya.