WahanaNews.co | Sidang lanjutan kasus surat perjalanan
palsu Djoko Tjandra kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta
Timur, Selasa (20/10/2020), dengan agenda pembacaan eksepsi atau keberatan atas dakwaan
Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Di
tengah sidang, Hakim Ketua, Muhammad Sirad, menyela pembacaan eksepsi yang dilakukan penasehat
hukum Djoko Tjandra.
Baca Juga:
Waduh, Oknum Penyidik Polrestabes Medan Diduga Blokir WhatsApp Korban KDRT
Hal ini
dilakukan untuk menegur terdakwa Djoko Tjandra yang terlihat dari layar sedang tertidur.
"Sebentar.
Coba terdakwa tidak tidur," sela Hakim Sirad, di ruang utama PN Jaktim.
Terdakwa
Djoko Tjandra hadir secara virtual. Pasalnya, ia
mengikuti jalannya sidang dari rumah tahanan Bareskrim Mabes Polri.
Baca Juga:
DPRD Kota Gunungsitoli Minta Polisi Segera Beri Kepastian Hukum Kasus Limbah B3 RS Bethesda
Dalam
kasus ini, Djoko Tjandra didakwa tidak sendiri, ada nama lain,
seperti Anita Kolopaking dan Brigjen Prasetijo Utomo.
Sebelumnya,
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan, kegiatan memalsukan surat ini bermula
saat Djoko Tjandra, yang saat itu berstatus buronan kasus pengalihan hak tagih
atau cessie Bank Bali, berkenalan
dengan Anita Kolopaking di Kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia, pada
November 2019.
Saat
itu, Joko Tjandra berniat memakai jasa Anita Kolopaking untuk menjadi kuasa
hukumnya.
Dia
meminta bantuan pada Anita Kolopakaing untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK)
Mahkamah Agung Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.
"Saat
itu, saksi Anita D Kolopaking menyetujui, untuk itu dibuatlah
surat kuasa khusus tertanggal 19 November 2019," kata jaksa, pada sidang
Selasa (13/10/2020).
Selanjutnya,
pada April 2020, Anita yang sudah menjadi kuasa hukum Djoko Tjandra, mendaftarkan PK di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, dia tidak menghadirkan kliennya selaku pihak pemohon.
Imbasnya,
permohonan PK itu ditolak oleh pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Keputusan itu merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun
2012.
Djoko Tjandra, yang saat itu berada di luar negeri, tidak ingin diketahui
keberadaannya. Akhirnya, dia meminta Anita Kolopaking untuk mengatur kedatangannya
ke Jakarta dengan mengenalkan sosok Tommy Sumadi.
Tommy
lantas mengenalkan Anita Kolopaking dengan sosok Brigjen Prasetijo Utomo. Diketahui,
sang jenderal bintang satu itu sedang menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi
dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
"Bahwa
terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra mempercayakan hal tersebut kepada saksi
Tommy Sumardi di mana selanjutnya saksi Tommy Sumardi yang sebelumnya sudah
kenal dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo memperkenalkan saksi Anita Dewi A
Kolopaking dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo," lanjut jaksa.
Kepada
Brigjen Prasetijo, Anita Kolopakaing berbincang soal kliennya yang hendak
datang ke Ibu Kota.
Selanjutnya,
Brigjen Prasetijo mengurus keperluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuat surat
jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan
virus Covid-19.
Dalam
hal ini, Djoko Tjandra direncanakan masuk ke Indonesia melalui Bandara
Supadio di Pontianak.
Dari
tempat itu, dia akan menuju ke Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta
menggunakan pesawat sewaan.
Dalam
perkara kasus surat jalan palsu ini, Djoko Tjandra disangkakan melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2
KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP. Dia diancam hukuman lima tahun
penjara.
Sedangkan
Brigjen Prasetijo disangkakan Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1
ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 Ayat 1 dan 2 KUHP. Jenderal
bintang satu itu diancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Sementara
Anita Kolopaking dijerat dengan Pasal 263 Ayat (2) KUHP terkait penggunaan
surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu kaburnya tahanan. [dhn]