WahanaNews.co | Di sela kunjungan kerja ke Sulawesi Utara, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan akan timbul problem hukum jika memaksakan penundaan pemilu.
"Oke pemilu ndak jadi, terus caranya ini bagaimana dong kalau harus ditunda, diubah UUD," kata Menko Mahfud di Manado, melansir Antara, Minggu (19/3).
Baca Juga:
Menko Polhukam Pastikan Layanan PDNS 2 Kembali Normal Bulan Ini
Menurutnya, mengubah Undang-Undang Dasar memakan biaya politik dan sosial. Bakan anggaran yang dikeluarkan bakal jauh lebih mahal dibanding menunda pemilu.
Mahfud melanjutkan tanggal 20 Oktober tahun 2024 masa jabatan Presiden Jokowi habis, karena menurut konstitusi pasal 7 disebut pemilu lima tahun sekali, masa jabatan presiden pun lima tahun.
"Jadi tanggal 20 Oktober habis, terus karena ada keputusan Mahkamah Agung atau pengadilan ditunda pemilu, ya harus mengubah Undang-Undang Dasar karena MPR atau DPR tidak bisa membuat undang-undang mengubah jadwal pemilu," ujarnya.
Baca Juga:
Satgas dan Menkominfo harus Didukung untuk Berantas Judi Online
"Jadwal pemilu tersebut adalah muatan konstitusi bukan muatan undang-undang," ujarnya.
"Jadwal teknis pemilu memang di undang-undang tapi jadwal definitif periodik adalah muatan konstitusi tidak bisa diubah oleh undang-undang maupun oleh pengadilan, harus pembuat konstitusi," tuturnya.
Pembuat konstitusi, kata Mahfud, kalau asumsinya adalah partai politik yang ada di MPR atau MPR beranggotakan partai politik, tidak mungkin ada perubahan konstitusi Karena syarat mengubah konstitusi itu harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota MPR.
"Nah kalau sekarang mau ada perubahan jadwal Pemilu lalu MPR mau bersidang, yuk sidang, PDIP ndak mau hadir, NasDem ndak mau hadir, ndak mau ditunda, Demokrat tidak mau, maka tidak kuorum, tidak sampai 2/3 yang hadir di sidang itu," ujarnya.
Akibatnya, sidang MPR tidak sah dan keadaan akan menjadi kacau balau sejak tanggal 21 Oktober tahun 2024.
"Karena itu mari kita memastikan pemilu tidak akan ditunda meskipun ada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara karena itu bukan kewenangan-nya," ucapnya.
Menurut Mahfud, membuat konstitusi baru, mengundang sidang MPR melakukan berbagai peluang politik untuk membuat perubahan jadwal Pemilu, akan jauh lebih mahal biaya sosial politiknya dibandingkan dengan menunda pemilu.
"Mahal sekali itu. Mari kita jaga ini kehidupan konstitusional kita," ajaknya.
Kalaupun mungkin suatu saat akan ada perpanjangan jabatan, tapi sebaiknya jangan dikaitkan dengan situasi kekinian.
"Itu untuk jangka panjang saja, nanti sesudah pemilu, lalu nanti dipikirkan kembali besok. Kalau suatu saat butuh perpanjangan gimana, nah itu baru dipikirkan," pungkasnya. [ast/eta]