WahanaNews.co, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji formil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ketua MK Suhartoyo menyampaikan permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Pasal tentang syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden itu sebelumnya diubah MK dengan ditambahkan norma pernah jadi kepala daerah yang dipilih lewat pemilu.
Baca Juga:
Pemohon Uji Materi UU Pemilu Desak Percepatan Pelantikan Presiden Terpilih
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (31/01/24).
Permohonan yang tercatat sebagai perkara Nomor 154/PUU-XXI/2023 ini diajukan Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Karno, Russel Butarbutar dan Utami Yustihasana Untoro.
Russel dan Utami menilai putusan perkara 90 yang mengubah Pasal 169 huruf q itu catat formil pemohon atau legal standing (kedudukan hukum) pemohon tidak jelas. Pemohon juga mengatakan perkara 90 catat prosedur, salah satunya terkait dengan proses penarikan permohonan.
Baca Juga:
Mahfud MD: Saya Lebih Baik dari Prabowo-Gibran, tetapi Rakyat Lebih Percaya Mereka
Pemohon juga menyinggung putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang menyatakan adanya pelanggaran kode etik dalam penanganan perkara 90.
Mereka meminta MK menyatakan pembentukan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pada 16 Januari 2024 lalu, MK telah menolak uji formil pasal tentang syarat usia minimal capres dan cawapres yang diajukan pakar hukum tata negara Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.