WahanaNews.co | Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi
Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, meminta KPK menyikat habis para mafia tanah yang selama ini
menyusahkan rakyat. Khususnya para mafia yang melibatkan pejabat negara.
"Saya
kira, sangat perlu KPK terjun. Pak Firli (Ketua KPK) kan selalu bicara pencegahan, buktikan
dong," kata Boyamin kepada wartawan, Rabu (23/12/2020).
Baca Juga:
OTT KPK Bengkulu, Calon Gubernur Petahana Dibawa dengan 3 Mobil
Menurut
dia, sertifikat ganda sangat banyak terjadi. Bukan
hanya di Jakarta, tetapi juga di daerah lain di Indonesia.
Atas hal
itu, pembenahan tidak bisa diandalkan dari dalam diri BPN saja.
Boyamin
juga menyerukan jika KPK menemukan atau mendapat laporan dugaan mafia tanah,
hingga pungli, apalagi suap, harus ditindaklanjuti.
Baca Juga:
Soal Pimpinan Baru KPK: Pakar Hukum Nilai Independensi KPK Terancam
Sementara
itu, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, mengatakan, pihaknya sejak lama
menuntut KPK ikut turun tangan, tidak hanya untuk memberantas mafia tanah, namun mengungkap
korupsi agraria.
"Kita
pernah aksi di depan KPK, beberapa tahun lalu, bahkan dua kali. Waktu itu, ada
sejumlah petani yang punya masalah agraria dengan aset negara. Artinya, ada
koruptor di bidang agraria," kata dia, di kesempatan berbeda.
Dia
mengatakan, korupsi agraria itu adalah soal penerbitan izin-izin hak
atas tanah berupa HGU.
"Apakah
badan swasta atau milik negara itu mungkin di lapangan tidak sesuai dengan
luasan hak yang diberikan, misalnya ada konsesi yang diberikan di atas haknya
10 ribu ha tapi di lapangannya 15 ribu ha. Itu berarti, bagaimana laporan keuangannya ke
negara? Ini merugikan negara," ujarnya.
Dengan
lima ribu hektare yang tidak sesuai haknya, kata dia, itu sudah masuk tindak
pidana korupsi, karena tidak dilaporkan ke negara.
Belum
lagi, kata Dewi, HGU yang kadarluarsa tapi masih bisa beroperasi.
"Kalau
tidak ada dasar HGU, dia tidak bisa melampirkan keuntungannya kepada negara.
Termasuk menyetorkan kewajiban pembayaran ke negara, karena sudah kadarluarsa. Di Jawa, tidak
pernah ada proses yang serius dari KPK," tuturnya.
Dewi
bahkan pesimistis, dan menyebut KPK saat ini lemah.
"Dulu, masih powerfull saja, tidak ada yang ditindak. Alasannya
mungkin tidak ada bukti yang kuat untuk tangkap tangan. Harus ada investigasi
ke modus agrarianya," kata dia.
Seperti
diketahui, kasus pemalsuan sertifikat tanah di Cakung menyeret tiga orang
tersangka, yakni mantan juru ukur BPN Jakarta Timur, Paryoto,
Benny Tabalujan, dan Achmad Djufri.
Saat ini, Benny
berada di Australia, dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Achmad
Djufri saat ini sedang menjalani persidangan di PN Jakarta Timur dengan Nomor Perkara
993/Pid.B/2020/PN Jkt.Tim.
Sementara
Paryoto divonis bebas. Namun, Jaksa melayangkan kasasi ke MA.
Kasus ini
sendiri bermula ketika pelapor, Abdul Halim, hendak melakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
di BPN Jakarta Timur.
Saat itu,
Abdul Halim terkejut, karena pihak BPN mengatakan, ada 38 sertifikat di atas tanah milik Abdul Halim dengan
nama PT Salve Veritate, yang diketahui milik Benny Simon Tabalujan dan rekannya,
Achmad Djufri.
Dalam
kasus ini, Polda Metro Jaya menetapkan Benny Simon Tabalujan sebagai tersangka.
Benny
juga sudah menjadi DPO, karena selalu mangkir dari panggilan penyidik.
Namun, dalam pelariannya, Benny menunjuk
aktivis HAM, Haris Azhar, menjadi kuasa hukumnya. Benny juga dilaporkan beberapa pihak
lain terkait kasus tanah. [qnt]