WahanaNews.co | Terkait permasalahan larangan Ustaz Abdul Somad (UAS) masuk Singapura, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid mengatakan jika negara tersebut memiliki aturan yang merupakan bagian dari tindakan preemptive strike.
Aturan itu tertuang dalam Undang - Undang Keamanan Dalam Negeri (Internal Security Act atau ISA) terkait pencegahan terhadap dugaan ideologi radikalisme dari hulu.
Baca Juga:
2 Orang Penyebar Berita Hoax Penangkapan UAS soal Rempang Ditangkap Polisi
Nurwakhid menjelaskan, Indonesia belum memiliki regulasi yang sama dengan Singapura terkait pencegahan ideologi radikalisme atau ekstremisme. Indonesia saat ini hanya mampu melaksanakan preventive strike dibandingkan preemptive strike.
"Pre-Emptive strike hanya bisa dilakukan jika ada regulasi yang melarang ideologi radikalisme atau ekstremisme, seperti di Singapura yang memiliki ISA. Sementara Indonesia memiliki UU No 5 tahun 2018 yang hanya bisa digunakan untuk tindakan preventive strike terhadap para teroris," ujar Brigjen Nurwakhid, Rabu (18/5/2022).
Oleh karena itu, menurut Nurwakhid kekuatan pencegahan di hulu tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh Indonesia. Dia pun menuturkan, Indonesia saat ini tidak dapat meniru Singapura dalam melakukan pencegahan ideologi radikalisme atau ekstremisme.
Baca Juga:
Organisasi Tokoh Muslim Singapura Angkat Bicara Terkait Kasus UAS
"Indonesia hanya mampu melakukan tindakan preventive strike terhadap para terorisme, tetapi tidak bisa menjerat secara yuridis aspek ideologi radikalisme atau ekstremisme yang menjiwai semua aksi terorisme," tutur Nurwakhid.
Kendati demikian, Nurwakhid menjelaskan BNPT telah melakukan serangkaian kegiatan yang mengedepankan pendekatan halus atau soft approach. Dengan hal tersebut, Nurwakhid menegaskan BNPT dalam pencegahannya melakukan tindakan persuasif dan edukatif.
"Selama ini BNPT dalam melaksanakan pencegahan dengan pendekatan soft approach, yaitu kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi (kontra ideologi, kontra narasi, dan kontra propaganda), serta deradikalisasi," ujarnya.
Selain soft approach, Nurawakhid juga mengungkapkan BNPT melibatkan banyak pihak guna melakukan pencegahan kontra idelogi terorisme di Indonesia. Kebijakan pelibatan berbagai pihak tersebut, BNPT menyebutnya sebagai kebijakan Penthahelix.
"BNPT dalam pencegahan juga menerapkan kebijakan Penthahelix, dengan melibatkan multipihak seperti: pemerintah (kementerian/lembaga dan pemda), komunitas di masyarakat, civitas academika, media, dan pengusaha (BUMN & swasta)," tuturnya. [rsy]