WAHANANEWS.CO, Jakarta - Misteri keberadaan handphone Samsung S22 Ultra hitam milik diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arya Daru Pangayunan akhirnya terkuak setelah sebelumnya menimbulkan spekulasi publik.
Polisi memastikan bahwa ponsel tersebut tidak dibuang di Grand Indonesia, melainkan sengaja dimatikan oleh Daru usai salah mengirim pesan kepada istrinya.
Baca Juga:
Pengurus Toga Purba Se-Jabodetabek Desak Pemerintah Usut Tuntas Penembakan Diplomat Zetro Leonardo Purba di Peru
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra sebelumnya menyebut bahwa handphone itu belum ditemukan saat konferensi pers kasus kematian Arya Daru pada Selasa (29/7/2025).
“Handphone Samsung S22 Ultra yang sehari-hari digunakan oleh korban sampai sekarang belum ditemukan,” ujar Wira.
Menurutnya, ponsel terakhir kali terdeteksi aktif di mal Grand Indonesia, Jalan MH Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat pada Senin (7/7/2025) malam.
Baca Juga:
Diplomat RI Peru Leonardo Zetro Purba Tewas Ditembak 3 Kali
“Handphone ini terakhir off berada di Grand Indonesia,” tambahnya.
Wira mengakui polisi kesulitan melacak perangkat itu karena kondisinya tidak lagi aktif.
“Kalau namanya handphone off kita juga susah untuk melacaknya,” ungkapnya.
Terbaru, Panit 5 Subdit Resmob Direskrimum Polda Metro Jaya AKP Hijrahqul Fahrudin mengungkap bahwa Arya Daru menonaktifkan ponselnya setelah salah mengirim pesan ke sang istri, Meta Ayu Puspitantri.
“Salah mengirim pesan. Kemudian 1 menit kemudian atau 21.17 istri almarhum langsung membalas dan juga berusaha menelepon tetapi tidak ada balasan dari Arya Daru,” jelas Hijrahqul.
Ia menyebut analisa tim IT memastikan momen tersebut menjadi waktu terakhir sinyal handphone Daru terdeteksi.
“Berdasarkan analisa IT waktu ini adalah waktu terakhir kami bisa mendeteksi mengetahui HP tersebut aktif,” katanya.
Artinya, setelah salah kirim pesan, Daru langsung mematikan ponselnya.
Dalam pesan itu Daru menulis, “Ay naik apa? Msh maem?” dan dibalas istrinya dengan singkat, “Hah”.
Panggilan dalam chat itu berbeda dengan panggilan yang biasa digunakan istrinya, yang kemudian membalas, “Syg wa siapa?”.
Setelah itu, Daru diketahui naik taksi dan sempat tiga kali mengubah arah tujuan.
Awalnya ia menuju Bandara Soekarno-Hatta, lalu ke Gondia International Guest House di Jalan Gondangdia Kecil, Cikini, Jakarta Pusat, sebelum akhirnya memutuskan menuju Gedung Kemenlu di Jalan Pejambon, Gambir, Jakarta Pusat.
Rekaman CCTV di pintu masuk Gedung Kemenlu memperlihatkan Daru masih memegang ponselnya meski sudah dalam kondisi tidak aktif.
“Dia pegang, tapi sudah tidak aktif,” ujar Hijrahqul.
Pihak kepolisian telah melakukan pencarian di area Kemenlu, termasuk rooftop, namun tak menemukan tanda-tanda handphone Daru.
“Kami juga sudah mencari pencarian di lingkungan Kemenlu dan rooftop tapi tidak ada bekas HP rusak, HP jatuh, atau HP dibuang,” katanya.
Temuan ini sekaligus membantah isu bahwa ponsel itu dibuang di Grand Indonesia.
Sementara itu, enam anggota keluarga Arya Daru Pangayunan mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Informasi ini dibenarkan Wakil Ketua LPSK Susilaningtias pada Kamis (11/9/2025) yang mengatakan pengajuan dilakukan akhir Agustus.
“Sekarang kami masih verifikasi berkas atau telaah administrasi,” ujar Susi.
Ia menyebut alasan permohonan perlindungan sebaiknya ditanyakan langsung kepada kuasa hukum keluarga.
“Tetapi yang disampaikan kepada LPSK adalah harapannya dengan perlindungan LPSK dapat menguatkan keluarga bersama kuasa hukumnya untuk dapat mengungkap kematian almarhum ADP ini dengan sebenar-benarnya,” katanya.
Keluarga menyampaikan sejumlah kejanggalan, termasuk adanya pesan misterius berupa simbol yang sulit dipahami serta pergantian bunga di makam almarhum oleh pihak tak dikenal.
“Soal kejanggalan juga disampaikan kepada LPSK mengenai ada pihak yang mengirimkan pesan melalui simbol-simbol yang tidak dipahami dan soal makam almarhum yang bunganya diganti oleh orang atau pihak tak dikenal,” kata Susi.
Kasus kematian Arya Daru Pangayunan dengan kepala terlilit lakban hingga kini masih menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat, disertai desakan agar penyelidikan dilakukan secara transparan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]