WahanaNews.co | Terdakwa Munarman membanding-bandingkan penerapan syariat Islam di Aceh dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal ini dipaparkan Munarman saat sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana terorisme kepada ahli Bahasa Indonesia, berinisial SY, yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Baca Juga:
H. Asmauddin Sampaikan Kondisi Syariat Islam Kota Subulussalam ke Pol-PP dan WH Aceh
"Pada satu sisi, ahli berpendapat bahwa syariat Islam itu kalau diukur dengan parameter NKRI, itu negatif. Dalam pengertian saya adalah pertentangan. Tapi di sisi lain, setelah menjadi Undang-Undang yang disahkan DPR, itu dipastikan tidak bertentangan. Bagaimana penjelasan ini menurut ahli?" tanya terdakwa Munarman di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rabu (9/2/2022).
SY menjawab, berdasarkan isi ceramah Munarman di Makassar pada 25 Januari 2015 lalu, bahwa pemahaman syariat Islam itu harus lingkupnya lengkap. Syariat Islam tak hanya menyangkut salat, zakat, puasa, namun juga ada hukum Islam yang perlu ditegakan secara efektif oleh negara.
"Ibadah yang sifatnya individu itu mutlak, tak perlu ada campur tangan negara. Sedangkan, hukum qisas, hukum qudut menurut ustaz Munarman harus ditegakkan dalam konteks oleh negara. Di Indonesia sudah ada, misalnya sanksi pencurian, sudah ada diatur KUHP. Tidak sama dengan penegakan syariat Islam," beber SY menjawab pertanyaan Munarman.
Baca Juga:
Pemkab Aceh Barat Lakukan Pembongkaran di Sejumlah Kafe yang Langgar Syariat Islam
Menurut SY, jika KUHP mengadopsi hukum qisas atau hukum qudut, maka KUHP tidak bertentangan dengan Undang-Undang NKRI yang berlaku.
Lalu, Munarman membandingkan dalam konteks pemberlakuan di Aceh. "Di Aceh ada sebagian hukum pidana yang dilaksanakan khusus di wilayah Aceh, apakah itu bertentangan dengan sistem NKRI menurut parameter NKRI?"
"Saya tidak berani masuk lebih jauh, tentang otonomi khusus terkait Undang-Undang di Aceh," jawab SY.