WAHANANEWS.CO, Jakarta - Publik bukan satu-satunya yang terkejut melihat mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, kini menjadi bagian dari tim kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Eks penyidik senior KPK, Novel Baswedan, juga mengaku geleng-geleng kepala menyaksikan langkah Febri yang dinilainya berlawanan dengan rekam jejaknya sebagai aktivis antikorupsi.
Baca Juga:
Empat Anggota IM57 Rekan Novel Baswedan Daftar Jadi Capim KPK
Novel menyayangkan keputusan Febri yang seolah melupakan keterlibatan Hasto dan PDIP dalam upaya pelemahan KPK pada 2019.
Baginya, membela terdakwa korupsi adalah tindakan yang mencederai idealisme yang selama ini digaungkan Febri.
"Saat kasus Harun Masiku dan Hasto mencuat, Febri masih menjabat sebagai juru bicara KPK. Kini, justru dia memilih menjadi pembela orang yang berkontribusi melemahkan KPK," ujar Novel saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Baca Juga:
Novel Baswedan: Jokowi Harus Pilih Calon Pansel dan Dewan Pengawas KPK Berkualitas
Lebih lanjut, Novel menduga Febri tidak hanya aktif membela Hasto di pengadilan, tetapi juga berupaya membentuk opini publik yang menguntungkan kliennya.
"Pembelaan yang dia lakukan cukup progresif. Tidak hanya di meja hijau, tetapi juga dalam membangun persepsi publik," katanya.
Rekam Jejak Membela Tersangka Korupsi
Langkah Febri dalam membela terdakwa korupsi bukan pertama kali terjadi.
Setelah meninggalkan KPK pada Desember 2019, ia sempat menjadi kuasa hukum eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Bahkan, dalam persidangan Juni 2024, terungkap bahwa Febri menerima honorarium sebesar Rp3,1 miliar atas jasanya tersebut.
"Dia juga pernah membela Syahrul Yasin Limpo, yang jelas-jelas menjadi tersangka kasus korupsi. Padahal, sebelumnya ia mengambil posisi sebagai aktivis antikorupsi," tegas Novel.
Tak hanya itu, Febri juga pernah terseret dalam dugaan perintangan penyidikan saat menjadi kuasa hukum SYL.
Pada November 2023, KPK sempat mencekalnya bepergian ke luar negeri karena diduga terlibat dalam pemusnahan dokumen yang berkaitan dengan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Direktur Penyidikan KPK saat itu, Asep Guntur Rahayu, mengungkap bahwa pihaknya mengantongi sejumlah dokumen yang menunjukkan peran Febri dan koleganya dalam upaya menghambat jalannya penyidikan.
"Kami anggap itu bisa mengganggu proses hukum yang sedang berlangsung terhadap SYL," ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Namun, penelusuran terkait dugaan perintangan penyidikan ini seolah menguap tanpa kejelasan. Febri sendiri membantah tudingan tersebut dan mengklaim bahwa keterlibatannya hanya sebatas memberikan rekomendasi perbaikan tata kelola di Kementan.
"Kami hanya diminta membuat peta risiko titik rawan pelanggaran hukum di Kementan. Dari pemetaan itu, kami memberikan saran untuk perbaikan sistem pengendalian gratifikasi dan pengawasan internal," dalih Febri.
Febri menegaskan bahwa keterlibatannya dalam proyek tersebut hanya berlangsung di tahap penyelidikan dan tidak ada kaitannya dengan proses penyidikan yang dilakukan KPK.
"Harapan kami adalah agar ada perbaikan sistem di Kementan. Tapi itu hanya berada di tahap penyelidikan," kilahnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]