WahanaNews.co, Jakarta - Pengerahan personel Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri untuk membuntuti pejabat Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai melanggar konstitusi.
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis - Tentara Nasional Indonesia (BAIS-TNI) Laksamana Muda (Purn) Soleman Ponto mendesak perlunya penyelidikan internal di kepolisian antiterorisme tersebut.
Baca Juga:
2 Teroris Afiliasi JAD dan ISIS Ditangkap Densus 88 di Bima NTB
Investigasi diperlukan untuk mengetahui siapa yang memberikan perintah dalam misi pembuntutan terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah.
“Pengerahan Densus 88 untuk menguntit Jampidsus adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Terorisme,” ujar Soleman, dikutip dari Republika, Minggu (26/5/2024).
“Karena penguntitan oleh Densus 88 sudah keluar dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mereka,” tambahnya.
Baca Juga:
Sebar Ancaman Teror saat Kedatangan Paus, Densus 88 Usut Motif 7 Pelaku
Menurutnya, tupoksi Densus 88 berdasarkan perundangan hanya mencakup penanganan ancaman dan tindakan dalam tindak pidana terorisme di dalam negeri.
Oleh karena itu, pengerahan satuan khusus antiterorisme dari kepolisian untuk membuntuti pejabat tinggi aktif di Kejagung melanggar tugas pokoknya.
Soleman meragukan bahwa misi pembuntutan terhadap Jampidsus ini dilakukan tanpa komando.
“Ini harus diusut tuntas, terutama mengenai siapa yang memberikan perintah dan apa perannya dalam perkara yang sedang diusut oleh Jampidsus,” tegas Soleman.
Pakar intelijen ini menambahkan bahwa banyak kasus korupsi besar saat ini sedang ditangani dan disidik oleh Jampidsus.
Oleh sebab itu, menurut Soleman, perlu diusut apakah pengerahan Densus 88 terkait dengan penyidikan kasus korupsi yang sedang berjalan di Jampidsus-Kejagung.
“Pembuntutan Densus 88 terhadap Jampidsus adalah masalah yang sangat serius,” tegas Soleman.
Purnawirawan bintang dua Angkatan Laut (AL) ini menegaskan bahwa Kapolri Jenderal Sigit Listyo Prabowo harus memberikan sanksi tegas terhadap anggota Densus 88 yang terlibat dalam pembuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) serta pihak internal kepolisian yang memberikan perintah tersebut.
“Jika tindakan ini dilakukan tanpa perintah dari Kapolri, berarti itu inisiatif pribadi dari anggota Densus, dan yang bersangkutan harus segera dipecat. Masalah ini bisa menjadi sangat serius bagi hubungan dua institusi penegak hukum, yaitu Kejagung dan Polri,” ujar Soleman.
Sebelumnya, satu anggota Densus 88 ditangkap oleh TNI dari satuan Polisi Militer (POM) yang melakukan pengawalan terhadap Jampidsus Febrie Adriansyah.
Penangkapan ini terjadi setelah enam anggota Densus 88 membuntuti Jampidsus Febrie Adriansyah saat ia melakukan aktivitas pribadi di sebuah rumah makan di kawasan Jakarta Selatan, pertengahan pekan lalu.
Menurut informasi yang diterima oleh wartawan di Kejagung, enam anggota Densus 88 yang terlibat dalam pembuntutan tersebut terdiri dari empat orang dari wilayah penugasan di Jawa Tengah dan dua dari Jawa Barat.
“Enam orang anggota Densus 88, empat dari Jawa Tengah, dua dari Jawa Barat, satu orang tertangkap, dan lima lainnya masih dalam penyelidikan,” demikian informasi tersebut.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]