WahanaNews.co, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, menaruh perhatian atas tingginya penipuan dan peretasan lewat WhatsApp.
Mahfud meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat kebijakan yang mengatur penyebaran informasi perbankan demi melindungi masyarakat dari penipuan dan peretasan.
Baca Juga:
Menko Polhukam Pastikan Layanan PDNS 2 Kembali Normal Bulan Ini
Untuk itu, Menko Polhukam bulan Desember lalu telah mengirimkan surat rekomendasi tentang penyebaran informasi perbankan dan jasa keuangan melalui kanal yang aman sesuai peraturan perundang-undangan, kepada OJK.
"Masyarakat harus dilindungi dari penipuan dan peretasan melalui WhatsApp. Sudah waktunya OJK membuat kebijakan agar pelaku usaha perbankan dan perusahaan jasa keuangan agar menggunakan SMS untuk promosi, notifikasi, dan OTP," kata Mahfud di Jakarta Senin (8/1/2024).
Mahfud sendiri sudah mendapat analisis dari Deputi VII Bidang Kominfotur Kemenko Polhukam, dan sudah ada rapat koordinasi kementerian/lembaga terkait.
Baca Juga:
Satgas dan Menkominfo harus Didukung untuk Berantas Judi Online
Ia berharap, masyarakat memiliki keamanan dan kenyamanan dalam beraktivitas di ruang digital.
"Kalau sampai berdampak ke transaksi keuangan, jangan sampai masyarakat dirugikan, apalagi terdapat kerugian finansial," ujar Mahfud.
Dalam surat rekomendasi yang dikeluarkan pada tanggal 18 Desember 2023 dan ditandatangani oleh Menko Polhukam, ditekankan bahwa penyelenggara social messaging tidak memiliki pusat pelayanan pelanggan.
Akibatnya, masyarakat yang mengalami penipuan dan peretasan kesulitan untuk mengetahui tempat pengaduan dan pelaporan.
Ketidakberadaan kerja sama antara penyelenggara WhatsApp dan operator telekomunikasi juga disoroti, sehingga akun pengguna WhatsApp tidak terhubung dengan nomor telepon dan data kependudukan.
Dampaknya, layanan WhatsApp tetap dapat digunakan meskipun nomor telepon yang terdaftar tidak aktif. Keadaan ini, yang memberikan anonimitas, membuat pelaku kejahatan merasa aman saat menggunakan WhatsApp.
Mahfud menyarankan agar OJK mengatur agar pelaku usaha perbankan dan perusahaan jasa keuangan menyampaikan informasi promosi, notifikasi, dan kode OTP melalui layanan selain WhatsApp, yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan mendukung lawful intercept seperti SMS.
Selain itu, Mahfud juga menekankan perlunya peningkatan kerja sama antara penyelenggara social messaging dan aparat penegak hukum untuk memudahkan penyidikan.
"Utamanya karena SMS telah diatur dalam Undang-Undang dan mendukung lawful intercept. Kebijakan ini nantinya bisa dievaluasi lagi jika sudah ada regulasi yang mengatur kerja sama WA dan operator telekomunikasi," kata Mahfud.
Rekomendasi Menko Polhukam itu turut mendapat dukungan dari Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim. Secara spesifik, Rizal membandingkan WhatsApp dengan SMS yang operator telekomunikasinya jelas dan mengetahui identitas setiap penggunanya, bahkan nomor NIK.
"Masyarakat di sini juga perlu lebih berhati-hati, khususnya dalam menjaga password dan kode OTP. Untuk amannya, sebaiknya masyarakat memilih SMS daripada email maupun WhatsApp dalam penggunaan aplikasi yang berkaitan dengan autentikasi," ujar Rizal.
Dalam upaya pencegahan, BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Keuangan) meminta OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan Kominfo untuk menetapkan aturan yang jelas agar bank dan lembaga keuangan lainnya tidak menggunakan WhatsApp (WA) sebagai sarana untuk mengirimkan autentikasi, notifikasi, dan promosi.
Hal ini dikarenakan modus kejahatan di platform WhatsApp secara khusus ditujukan untuk merugikan rekening tabungan dan dompet digital masyarakat.
Rizal, perwakilan BPKN, berpendapat bahwa sektor perbankan, jasa keuangan, dan perusahaan pada umumnya sebaiknya memberikan prioritas penggunaan SMS untuk keperluan autentikasi.
Selain itu, notifikasi dan promosi juga seharusnya menggunakan SMS sebagai langkah perlindungan terhadap konsumen.
"Langkah ini sangat penting agar konsumen tidak lagi menjadi korban. Kominfo juga perlu mengatur berbagai jenis layanan OTT (Over-The-Top) ini dan mendorong kerja sama dengan operator telekomunikasi," ungkap Rizal.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]