WahanaNews.co | Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar turun langsung memimpin bersih-bersih aparat penegak hukum.
Lebih khusus yaitu aparat peradilan karena hakim dan yudikatif menjadi kunci penegakan hukum.
Baca Juga:
Menko Polhukam Pastikan Layanan PDNS 2 Kembali Normal Bulan Ini
"Di sini Peradi tentunya tidak bisa diam dengan kondisi seperti ini. Sudah 2 tahun Peradi membuat catatan akhir tahun 2020 dan 2021. Kami mencatat dan menyuarakan bila Presiden berhasil memimpin bangsa ini. Seperti di ekonomi, politik dan budaya," kata Ketua Umum Peradi, Otto Hasibuan.
Hal itu disampaikan dalam 'Seminar Nasional-Darurat Peradaban Hukum: Sejauh Mana Kewenangan Presiden Terhadap Lembaga Yudikatif' yang disiarkan secara daring dan luring, Rabu (19/10/2022). Acara itu Peradi dan Kampus Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.
"Tapi kami catat presiden justru di bidang hukum sangat lemah. Presiden harus memimpin langsung penegakan hukum ini," kata Otto Hasibuan menegaskan.
Baca Juga:
Satgas dan Menkominfo harus Didukung untuk Berantas Judi Online
Otto Hasibuan menilai situasi menegakkan hukum sudah dalam keadaan darurat. Maka Presiden harus turun langsung membenahinya dan tidak menyerahkan ke menteri-menterinya.
"Kalau ini sudah dalam keadaan darurat, jangan lagi diberikan kepada menterinya. Presiden harus ambil alih penegakan hukum ini. Biar memanggil semua stakeholder, semua penegak hukum, advokat, kejaksaan , polisi, KPK, hakim. Tidak untuk mencampuri yudikatifnya, tapi dalam rangka membuat policy dalam penegakan hukum ini. Jadi kalau sudah darurat, harus. Kalau presiden tidak turun tangan, percayalah kita akan tetap seperti ini," ujar pengacara senior itu.
Sebab, kata Otto, buruknya penegakan hukum sudah terjadi di semua lini. Seperti di hakim, advokat hingga kepolisian.
"Kalau presiden tidak turut campur, percayalah. Takut semua di sini. Kalau advokat lapor ke penegak hukum, dikerjain. Nggak ada yang berani. Kalau Presiden yang menjadi backup, pasti bisa beres," cetus Otto.
Hal serupa juga disampaikan mantan hakim agung Gayus Lumbuun. Menurutnya Presiden jangan ragu memimpin reformasi hukum, khususnya terhadap yudikatif.
"Kedaruratan peradaban hukum sudah sedemikian dirasakan masyarakat dalam keadaan abnormal yang seharusnya. Peradaban suatu identitas, di mana akhlak dan kehormatan yang seharusnya dipertahankan oleh lembaga hukum," kata Gayus Lumbuun.
Lalu bisakah Presiden masuk ke ranah yudikatif? Gayus menyatakan tegas sepanjang tidak mencampuri teknis yudisial maka Presiden bisa membuat kebijakan pengadilan.
"Apakah presiden mencampuri urusan peradilan? Sangat bisa. Sebagai kepala negara, pemimpin tertinggi bisa masuk ke dalam lembaga lain ketika keadaan itu darurat. Lembaga hukum mana yang tidak bermasalah hari ini?" ucap Gayus tegas.
Ikut hadir dalam seminar itu mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Rektor Ukris Ayub Muktiono dan Wakil Dekan I Fakultas Hukum Unkris, Hartanto.
Acara ini dibuka oleh Plt Dirjen Peraturan Perundangan (PP) Dhahana Putra yang mewakili Menko Polhukam.[zbr]