WahanaNews.co | Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar mengaku tak tahu-menahu terkait dugaan perusahaan sawit jadi sponsor penundaan Pemilu 2024.
Isu ini pertama kali dilontarkan oleh politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu terkait kasus mafia minyak goreng.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
"Sebagai yang ngusulin, saya enggak pernah dengar itu (sponsor penundaan Pemilu 2024)," ujar Muhaimin di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 25 April 2022.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu lantas berdalih bahwa usulan penundaan pemilu juga sudah karam, sehingga dinilai juga tidak perlu pendanaan.
"Lah, wong usulan pemilunya sudah ditolak banyak pihak, enggak jalan lah, enggak ada," kata pria yang akrab disapa Cak Imin itu.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Sabtu lalu, Masinton mengaku mendengar dugaan pengumpulan dana alias fundraising untuk penundaan Pemilu 2024 yang dilakukan para pengusaha sawit. Penumpukan dana tersebut yang mengakibatkan minyak goreng di pasar sempat langka dan harganya melonjak.
Dia juga lanjut mencuit di media sosial perihal isu tersebut. "Korporasi besar perusahaan sawit yang ikut memobilisasi dukungan perpanjangan jabatan presiden 3 periode harus diberi sanksi!! Selain berkontribusi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Juga ikut berpartisipasi melawan konstitusi," kata Masinton lewat akun Twitter @Masinton.
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid meminta aparat menangggapi dan menyelidiki informasi yang disampaikan Masinton. "MPR menolak keras manuver dan aksi jahat itu. Mestinya Kejagung segera usut tuntas dan hukum keras (perusahaan sawit)," kata Hidayat.
Dalam perkara mafia minyak goreng, Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan empat tersangka, yakni; Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, Stanley MA; dan General Affair PT Musim Mas, Picare Tagore Sitanggang.
Jaksa menuding Indrasari dan para tersangka lainnnya melakukan persekongkolan dalam proses pemberian izin ekspor minyak goreng dan CPO. Kejagung juga menilai Kemendag seharusnya menolak izin ekspor ketiga perusahaan karena tidak memenuhi syarat, yaitu telah mendefinisikan harga tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri.
Selain itu, ketiga perusahaan juga dinilai tidak mendistribusikan minyak goreng ke dalam negeri sebagaimana kewajiban dalam Domestic Market Obligation (DMO), yaitu 20 persen dari total ekspor.
Hingga saat ini Kejaksaan Agung telah memeriksa 30 orang saksi, 7 orang tenaga ahli, serta menggeledah 10 tempat dalam perkara mafia minyak goreng tersebut. Sementara empat tersangka saat ini sudah menjalani penahanan di Rutan Kejaksaan Agung. [qnt]