WahanaNews.co | Mantan Juru Bicara
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, yang juga pendiri Visi Integritas Law
Office, mengajak seluruh pemilih untuk memilih calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang tidak terlibat korupsi pada Pilkada serentak 2020.
"Pilihlah calon kepala daerah
yang berintegritas, tidak terlibat korupsi," kata dia, yang dihubungi dari
Tanjungpinang, Minggu (29/11/2020).
Baca Juga:
Bawaslu Kota Gunungsitoli Buka Rekrutmen Panwaslucam di Pilkada 2024, Ini Syaratnya
Febri mengimbau pemilih untuk lebih teliti
dalam menggunakan hak suara. Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus
memiliki komitmen untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih.
"Pilih calon kepala daerah tang
tidak permah mengiming-imingi politik uang," imbaunya.
Di tengah korupsi kepala daerah yang
marak, kata dia, pilkada serentak saat ini akan cukup
menentukan bagi nasib masyarakat di daerah.
Baca Juga:
KPU Bakal Tetap Pakai Sirekap di Pilkada 2024
Dari data di situs resmi KPK, per 1
Juni 2020, terdapat 21 Gubernur dan 122 bupati, wali kota dan wakil kepala
daerah yang terjerat korupsi oleh KPK.
"Kita semua tentu berharap agar
masyarakat tidak menjadi korban kembali jika ada calon kepala daerah bermasalah
atau diduga terlibat dalam kasus korupsi. Karena itu, sangat penting bagi
masyarakat sebagai pemilih untuk menentukan nasibnya lima tahun ke depan,"
tuturnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Komite
Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, berpendapat pilkada merupakan
bagian dari koreksi penyelenggaraan pemerintahan, termasuk upaya pemberantasan
korupsi.
Pilkada serentak 2020 masih menyisakan
permasalahan serius dalam konteks pemberantasan korupsi lantaran masih ada
pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tersandera kasus
hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Upaya pencegahan korupsi yang
berlangsung tidak sebentar menyebabkan politisi yang tersandera kasus korupsi
maupun gratifikasi dapat mencalonkan diri.
Penyebab lainnya yakni format hukum
yang mewajibkan lembaga penyelenggara pemilu wajib menghormati proses hukum
terhadap politisi yang tersandera kasus di KPK sebelum dijatuhi vonis bersalah
oleh pengadilan.
Artinya, regulasi tidak melarang
orang-orang yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi dan gratifikasi
mencalonkan diri, meskipun penyelenggara pemilu memiliki semangat yang sama
dengan rakyat untuk melahirkan pemimpin yang bersih, dan dapat membangun daerah
yang dipimpin.
Selain itu, kata dia kehadiran
politisi yang tersandera kasus hukum di KPK sebagai peserta pilkada sebagai
gambaran kegagalan partai politik dalam menyaring secara jernih bakal calon
kepala daerah sebelum didaftarkan di KPU.
Partai politik masih memainkan peran
sebagai partai pengusung atau pendukung hanya dengan mempertimbangkan
kemenangan dan kekalahan.
"Ini kami istilahkan sebagai
tirani ilegal. Kita tahu (kondisi) ini tidak benar, tetapi secara legal harus
diikuti. Artinya kita tersandera dalam format hukum, dan pilihan partai politik
yang tidak melalui proses yang jenih," ujarnya, yang juga mantan tim
seleksi anggota Bawaslu Kepulauan Riau. [qnt]