WahanaNews.co | Analis pertahanan dan militer, Connie Rahakundini Bakrie, mengatakan, Indonesia jangan salah paham dengan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat yang membentuk kerjasama keamanan trilateral, AUKUS, dengan kapal selam nuklir.
Karena Indonesia juga ke depannya pasti membutuhkan sumber tenaga atau energi dari nuklir.
Baca Juga:
Rusia Berencana Memindahkan Kapal Selam Nuklir ke Semenanjung Laut Pasifik
"Mau pakai tenaga apa lagi? Energi tidak terbarukan kan terbatas dan segera habis," ujar Connie Rahakundini Bakrie, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/10/2021).
Bahkan, kata Connie, Australia yang membangun kapal selam bertenaga nuklir juga karena memang terdorong oleh kebutuhan untuk mewujudkan supremasinya.
Apalagi Australia memiliki area laut yang luas.
Baca Juga:
Australia Belanja Kapal Selam Nuklir AS, China: Salah dan Berbahaya
Bagaimana mungkin Australia melakukan interoperabilitas bersama negara AUKUS jika tidak memiliki SSN atau kapal selam bertenaga nuklir.
"Australia kan tidak dan belum ingin memiliki SSN. Jadi kita waspada harus, tetapi ya jangan kagetan," Connie menambahkan.
Menurutnya, nuklir adalah energi terbarukan, maka Indonesia bakal dan harus segera memanfaatkan nuklir sebagai energi.
Asalkan tenaga nuklir tersebut digunakan untuk energi, riset dan teknologi kedokteran, foods securities dan lainnya, bukan untuk tujuan perang.
Artinya, suatu hari Indonesia juga pasti harus memiliki alutsista bertenaga nuklir, termasuk kapal selam.
Menurut Connie, sebagian besar negara secara subtansial juga sudah dilengkapi dengan senjata nuklir.
Rusia memiliki 6.800 senjata nuklir, AS memiliki 6.185 senjata nuklir, India memiliki 150 hulu ledak nuklir.
Sementara China dan Pakistan masing-masing memiliki 320 dan 160 senjata nuklir.
"Indonesia setidaknya harus memiliki 12-14 kapal selam dengan 4 kapal induk," jelasnya.
Namun, kata Connie, itu tergantung dari kebijakan dan kepentingan nasional yang ingin dicapai dan dilakukan pemerintah.
Indonesia harus memiliki kebanggaan dan niat untuk menegakkan supremasinya seperti apa yang dilakukan negara-negara yang berlomba sekarang memasuki kawasan seperti Perancis, Inggris, Belanda, India, dan Jepang dengan kekuatan aliansi, militer dan persenjataannya.
"Tahun 2007, saya sudah sampaikan bahwa Indonesia perlu 12 kapal selam dan 4 kapal induk. Beberapa kelas harus bertenaga nuklir. Tidak mungkin tidak, itu keniscayaan," kata Connie.
Perseteruan dan ketegangan di Laut China Selatan (LCS) semakin meningkat.
Hal ini sampai melibatkan negara-negara di luar kawasan yang memiliki kepentingan di perairan tersebut.
Amerika, Inggris dan Australia merupakan negara yang meningkatkan kehadiran militernya, terutama angkatan lautnya di kawasan tersebut untuk membendung pengaruh China yang semakin besar.
Saat ini Australia, Inggris dan Amerika membentuk kerjasama keamanan trilateral AUKUS yang bertujuan untuk membendung pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik.
Salah satu kesepakatannya adalah Australia akan membuat kapal selam nuklir untuk memperkuat angkatan lautnya.
Pembentukan AUKUS tersebut membuat hubungan negara AUKUS tersebut bersitegang dengan Prancis.
"Karena AUKUS, Australia membatalkan secara sepihak kontrak pembelian kapal selamnya ke Prancis demi mendapatkan kapal selam nuklir buatan Amerika atau Inggris, yang membuat pemerintah Prancis meradang. Itu menunjukkan betapa seriusnya negara-negara tersebut menyikapi perkembangan isu LCS," kata Connie. [dhn]