WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus kematian tragis seorang prajurit muda TNI AD di Nusa Tenggara Timur kembali mengguncang publik dan memantik pertanyaan besar soal keamanan serta perlindungan prajurit di lingkungan militer.
Prada Lucky Chepril Saputra Namo, yang baru dua bulan resmi berdinas, meregang nyawa diduga akibat penganiayaan brutal oleh para seniornya.
Baca Juga:
Kick Off Reuni Perak Akabri 2000, Alumni Gelar Baksos dan Resmikan Plaza Kopaska
Keluarga korban, termasuk sang ayah yang juga seorang anggota TNI AD, menuntut keadilan penuh dan hukuman terberat bagi para pelaku.
Prada Lucky, anak kedua dari empat bersaudara, diketahui menjadi salah satu tulang punggung keluarga yang membantu nafkah ibu dan dua adiknya yang masih kecil, sementara kakak perempuannya telah menikah.
Rafael David, paman korban, mengatakan Lucky baru menamatkan pendidikan di Sekolah Calon Tamtama (Secatam) TNI AD Singaraja, Bali pada akhir Mei 2025 setelah tiga bulan pendidikan sejak Februari, lalu ditempatkan di Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM) di Kabupaten Nagekeo, NTT pada Juni.
Baca Juga:
Delapan Perwira Terbaik TNI-Polri Raih Adhi Makayasa di Hadapan Presiden Prabowo
Namun, pada Rabu (6/8/2025) pukul 10.30 Wita, Lucky menghembuskan napas terakhir di RSUD Aeramo, Nagekeo, setelah diduga mengalami penyiksaan di lingkungan asrama satuannya.
Rafael mengungkapkan korban mulai dirawat sejak Sabtu (2/8/2025) di ruang ICU, namun keluarga tidak menerima informasi resmi dari kesatuan.
Sang ibu memutuskan berangkat dari Kupang ke Nagekeo pada Minggu (3/8/2025) setelah mendapat firasat lewat mimpi bahwa Lucky datang menemuinya.
Setibanya di batalyon, barulah diketahui bahwa Lucky dirawat dengan kondisi mengenaskan.
Tubuhnya penuh luka memar, terdapat bekas sayatan di punggung, luka di rusuk kiri, bahkan luka bakar dari sulutan api, termasuk memar di leher.
Ayah korban, Serma Kristian Namo yang bertugas di Kodim 1627 Rote Ndao, menyusul ke Nagekeo pada Rabu pagi, namun hanya sempat beberapa menit bertemu sebelum putranya meninggal.
"Dia korban penganiayaan, itu jelas. Saya tuntut keadilan," tegas Serma Kristian di Bandara El Tari Kupang saat tiba bersama jenazah anaknya.
Ia menuntut agar pelaku dijatuhi hukuman mati dan dipecat dari dinas TNI AD.
"Hukuman cuma dua buat para pelaku penganiayaan anak saya, hukuman mati dan pecat, tidak ada di bawah itu," ujarnya lantang.
Ratusan pelayat memadati rumah duka di asrama tentara Kuanino, Kupang, saat jenazah tiba.
Sebelumnya, jenazah sempat dibawa ke RS Wirasakti untuk diotopsi, namun karena tidak ada ahli forensik, jenazah langsung dipulangkan.
Di ruang jenazah, Serma Kristian kembali menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan atas kematian anaknya.
"Intinya dia penganiayaan dan keadilan harus ditegakkan," ucapnya di hadapan wartawan.
Kepala Penerangan Korem 161 Wirasakti Kupang, Mayor Inf. I Gusti Komang Surya Negara, menyampaikan bahwa kasus ini sedang diselidiki oleh Polisi Militer Angkatan Darat.
"Untuk sementara dalam penyelidikan dari POM, mohon waktunya," ujarnya singkat pada Kamis (7/8/2025).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]