WahanaNews.co, Jakarta - Lagi, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan buka-bukaan saat jadi saksi di sidang kasus dugaan korupsi proyek BTS Kominfo yang merugikan negara hingga tembus Rp 8 triliun.
Irwan menyebutkan pihaknya telah menerima Rp 60 miliar dari Direktur Utama PT Basis Utama Prima (BUP), Muhammad Yusrizki, untuk membereskan perkara BTS.
Baca Juga:
Medan Resmi Beralih ke Transportasi Listrik: 60 Bus Listrik Baru Diluncurkan
Hal itu dibeberkan Irwan saat jadi saksi mahkota, yakni terdakwa yang bersaksi untuk terdakwa lainnya dalam sidang lanjutan kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo di PN Tipikor Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Mengutip Detikcom, duduk sebagai terdakwa dalam sidang kali ini yakni mantan Menkominfo Johnny G Plate, mantan Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto.
"Uang Rp 60 miliar dari Yusrizki kepentingannya apa?" tanya jaksa dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta.
Baca Juga:
Transportasi Listrik Medan: 60 Bus Baru
"Saya tidak tahu, tapi Pak Yusrizki menyampaikan kepada saya ini bantuan untuk kontribusi pada saat pendampingan hukum," jawab Irwan.
"Bantuan pendampingan hukum atau penyelesaian kasus?" tanya jaksa.
"Saya kira sama saja karena pada saat itu kita meminta bantuan kepada beberapa pihak," jawab Irwan.
"Saya fokus dulu dengan Rp 60 miliar karena dia mengerjakan paket ini atau kepentingan yang lain?" tanya jaksa.
"Saya asumsikan demikian, karena pada saat penjajakan awal dari Pak Anang memperkenalkan Pak Yusrizki dengan para konsorsium saya anggap demikian," jawab Irwan.
Irwan mengatakan uang Rp 60 miliar itu diambil oleh Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama. Windi mengatakan uang itu diambil di sebuah kantor yang beralamat di Praja Dalam.
Windi juga berstatus sebagai saksi mahkota di sidang tersebut. Windi mengatakan pengambilan uang itu atas perintah Irwan.
"Siapa yang pertama kali meminta Saudara untuk mengambil uang ke Yusrizki? Di mana diambil?" tanya jaksa.
"Saya diminta oleh Saudara Irwan, beliau memberikan secarik kertas ada nama Jefry dengan alamat Praja Dalam. Saya mengambil uang ke alamat itu," jawab Windi.
"Saudara ketemu dengan siapa?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu apakah itu Jefry atau bukan. Tapi saya pada saat sampai di lokasi saya bilang mau ketemu Pak Jefry lalu saya diminta untuk naik, naik ke lantai dua udah ada orang yang sedang menunggu," kata Windi.
"Berapa kali mengambil uang?" tanya jaksa.
"Saya nggak ingat tepatnya, tapi beberapa kali," jawab Windi.
Jaksa juga mencecar Yusrizki yang turut dihadirkan sebagai saksi mahkota. Yusrizki mengakui pernah memberikan uang ke Irwan, namun lupa detail jumlahnya.
"Pak Yusrizki sejak kemarin Saudara menyangkal atas fakta-fakta ini. Saya mau tanya, apakah betul yang disampaikan Irwan?" tanya jaksa.
"Saya memang memberikan kontak untuk memberikan uang tersebut kepada Pak Irwan. Tapi, rasanya beberapa nama saya lupa karena tidak cuma satu kali pemberian," jawab Yusrizki.
"Tapi benar Rp 60 miliar?" tanya jaksa.
"Benar. Angkanya saya lupa tapi beberapa kali iya," jawab Yusrizki.
Yusrizki mengatakan Rp 60 miliar itu diterimanya dari PT Bintang Komunikasi Utama (BKU). Dia menyebut penerimaan uang itu berasal dari pekerjaan power sistem meliputi baterai dan solar panel dalam proyek pembangunan menara BTS.
"Uang itu dari power sistem dalam pekerjaan proyek BTS?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu dari mana tapi saya minta dibantu oleh BKU," jawab Yusrizki.
"BKU menyerahkan ke Praja Dalam? Bukan-bukan, BKU menyerahkan ke saya," jawab Yusrizki.
"Oh menyerahkan ke Saudara. Paling tidak Saudara mengakui uang Rp 60 miliar ini untuk menyelesaikan perkara ya?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu kepentingannya apa, tapi saya koreksi bahwa saya bukan menawarkan tapi Pak Irwan mengontak saya untuk dibantu karena ada satu kondisi yang harus diselesaikan," jawab Yusrizki.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) pernah menggeledah tiga kantor terkait kasus korupsi proyek BTS 4G. Salah satu kantor yang berada di Jalan Praja, Kebayoran Lama, yakni kantor Don Adam.
"Oh rumah yang di Praja Dalam, betul itu kantor yang bersangkutan ya," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Kuntadi kepada wartawan, Kamis (13/7/2023).
Kantor Don Adam itu bernama PT RMKN. Dua kantornya yakni PT MBS atau PT VP di Kompleks Pergudangan Arkadia Jl. Daan Mogot, Permai, Blok B, 16, Batu Ceper, Tangerang, Banten dan PT LAM Telesindo Tower, Jl Gadjah Mada No. 27 A, Lantai 8, Jakarta Selatan.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyebut pihaknya telah memeriksa enam saksi di kasus ini. Keenam sakti itu termasuk Maqdir Ismail.
"Kita melakukan enam orang, memeriksa enam orang saksi termasuk Pak Maqdir tadi di perkara BTS," ujar Ketut.
Selain itu, dalam sidang pekan lalu, Irwan juga mengungkap ada makelar kasus yang menawarkan penghentian penyelidikan kasus ini.
Saat itu, Irwan mengatakan ada pihak yang mengancam Anang Achmad Latif. Irwan menyebut pihak itu juga meminta-minta proyek dan menawarkan untuk penyelesaian penyelidikan.
Hakim kemudian bertanya apakah ada orang yang menawarkan untuk menutupi kasus korupsi BTS tersebut. Irwan pun mengamini hal itu.
"Artinya kasus ini kasarnya bisa ditutup? Iya?" tanya hakim.
"Seperti itu. Dimulai di bulan Juni atau Juli 2022," jawab Irwan.
"Itu sudah diselidiki, sudah penyelidikan," ujar hakim.
"Mungkin beliau sudah mendatangi pihak Bakti atau Kominfo dari sebelumnya, yang saya dengar datang dan menawarkan untuk penyelesaian," lanjut Irwan.
Hakim kemudian bertanya lagi siapa yang mengajukan penawaran untuk menghentikan kasus.
Irwan menjelaskan bahwa orang tersebut mengklaim sebagai seorang pengacara dan mengaku bisa membantu menutup kasus korupsi BTS Kominfo yang sedang diselidiki oleh Kejaksaan Agung.
Irwan juga menegaskan bahwa dia tidak pernah bertemu dengan seseorang bernama Edward Hutahaean sebelumnya.
Dia mengatakan bahwa dia mengetahui nama tersebut dari Direktur PT Mora Telematika Indonesia, yaitu Galumbang Menak, dan juga dari Anang yang merupakan terdakwa dalam kasus ini.
Selain itu, Irwan juga mengungkapkan bahwa sejumlah uang sebesar Rp 15 miliar telah diserahkan kepada Edward.
Dia menjelaskan bahwa seorang staf dari Galumbang, yang bernama Indra, yang membantu dalam proses penyerahan uang tersebut.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]