WahanaNews.co | Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana, mengklaim jika dirinya mendapatkan informasi, MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
Denny yang saat ini berprofesi sebagai advokat, mengungkapkan hal tersebut melalui keterangan persnya dalam bentuk video yang ia bagikan di media sosial Instagram @dennyindrayana99.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
"Setelah saya timbang-timbang, informasi bahwa MK akan mengembalikan sistem Pemilu legilatif menjadi proporsional tertutup lagi, harus diketahui publik," kata Denny, Senin (29/5/2023).
Menurut Denny, hal itu merupakan sikap transparansi dalam rangka mengawal putusan MK.
"Inilah bentuk transparansi. Inilah bentuk advokasi publik, pengawalan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi," ucapnya.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Denny mengatakan, jika hal tersebut tidak menjadi perhatian publik, maka akan sulit mendapat keadilan.
"Saya, kita paham sekarang di tanah air, jika tidak menjadi perhatian publik maka keadilan sulit untuk hadir. 'No viral, no justice'."
Oleh karenanya, dikatakan Denny, perlu adanya langkah-langkah pengawalan dengan mengungkapkannya ke media sosial.
"Maka dari itu kita perlu melakukan langkah-langkah pengawalan dengan mengungkapkan ini ke sosial media," ungkap Denny.
Lantaran, jika nantinya MK memutuskan kembali ke sistem proprosional tertutup, maka MK dianggap melanggar dasar open legal policy mengenai sistem Pemilu.
"Karena jka MK memutuskan kembali ke sistem proporsional tertutup, itu artinya MK melanggar prinsip dasar open legal policy soal pemilihan sistem Pemilu," ujar Denny.
"Proporsional tertutup atau terbuka, itu adalah kewenangan dari pembuat undang-undang, presiden, DPR, dan DPD, bukan MK," tegas Denny.
Lebih lanjut Denny mengaku khawatir jika putusan MK akan dijadikan strategi dalam pemenangan Pemilu 2024.
"Karena saya khawatir Mahkamah Konstitusi punya kecenderungan sekarang dijadikan alat untuk strategi pemenangan pemilu," kata Denny.
Tak hanya itu, Denny juga mengkaitkan sistem pemilu dengan keputusan MK yang memberikan tambahan jabatan satu tahun kepada pimpinan KPK.
"Putusan 25 Mei kemarin, memberi pelajaran ketika MK memberikan gratifikasi jabatan 1 tahun kepada pimpinan KPK yang bermasalah secara etika, tidak ada dasar hukum yang kokoh di sana," kata dia, melansir Tribunnews, Selasa (30/5/2023).
"Pada saat dikatakan supaya independensi KPK makin kuat supaya tidak dipilih Presiden dan DPR yang sama, Jokowi dan DPR, maka sebenarnya diundur ke Pemilu 2024 sekalipun, di bulan Juni, yang bentuk pansel adalah Presiden Jokowi, yang akan melakukan fit and proper test juga DPR periode sekarang," kata Denny.
Menurutnya, MK saat ini berpotensi diganggu oleh kepentingan politik.
"Kita harus membantu menyelamatkan MK dengan mengingatkan jangan masuk ke wilayah sistem pemilu yang merupakan open legal policy yang merupakan kewenangan Presiden, DPR dan DPD dalam proses legislasi parlemen," tandas dia.
Sebelumnya, Denny Indrayana membocorkan informasi pribadi yang diterima dirinya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu Legislatif.
Denny menyebut, dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PPU/XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindryana99, dikutip Minggu (28/5/2023).
Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.
Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.
Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba).
"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.
Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini.
Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK.
"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," kata Denny.
"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," sambungnya.
"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!" tutup Denny.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai isu yang beredar hanyalah analisis pihak tertentu yang belum berdasar.
Hal itu dikatakan oleh Mahfud MD berdasarkan konfirmasinya ke pihak MK.
"Saya tadi memastikan ke MK. Apa betul itu sudah diputuskan? Belum."
"Itu hanya analisis orang luar yang hanya melihat sikap-sikap para hakim MK lalu dianalisis sendiri," ucapnya.
Ia pun menjelaskan terkait putusan MK soal sistem pemilu tertutup atau terbuka dimungkinkan baru akan diputuskan dalam seminggu ke depan.
"Mungkin dalam seminggu ke depan Mahkamah Konstitusi sudah mengeluarkan vonisnya tentang itu apakah terbuka atau tertutup," jelasnya.
"Sidang tertutup baru besok lusa, jadi belum ada keputusan resmi sudah diputuskan sekian, enam banding tiga, lima banding empat dan sebagainya itu belum ada," tambahnya.
Ini Kata Politikus PDI Perjuangan
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Said Abdullah mendesak polisi untuk memeriksa Denny Indrayana.
Said Abdullah menyebut bahwa informasi tersebut merupakan isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Maka sejauh itu pula informasi yang beredar adalah isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya," kata Said, mengutip Tribunnews, Selasa (30/5/2023).
Namun, Said menilai bahwa hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran yang serius karena telah membocorkan rahasia negara.
Ia pun meminta kepada kepolisian untuk memeriksa Denny Indrayana karena dinilai telah menyebarkan berita bohong.
"Oleh sebab itu polisi harus memeriksa kejadian ini sebagai delik pelanggaran pidana membocorkan rahasia negara," ujarnya.
"Maka saudara Denny Indrayana patut dipidanakan karena menyebarkan berita bohong dan meresahkan masyarakat," imbuhnya.
Penjelasan Mahkamah Konstitusi
Jadwal sidang uji materi sistem Pemilihan Umum (Pemilu) diketahui belum mencapai pembahasan keputusan.
Demikian dikonfirmasi oleh Juru Bicara MK, Fajar Laksono.
Fajar mengungkapkan, perkara itu baru sampai pada tahap penyerahan kesimpulan yang masih akan dilakukan pada Rabu (31/5/2023) lusa.
"Yang pasti sesuai agenda persidangan terakhir dalam perkara tersebut, tanggal 31 mendatang penyerahan kesimpulan para pihak," kata Fajar saat dihubungi melalui pesan singkat, Senin (29/5/2023).
Dikatakan Fajar, setelah tahap penyerahan kesimpulan, kemudian baru akan dibahas dan diambil keputusan dari Majelis Hakim.
"Selanjutnya, kalau putusan sudah siap, akan diagendakan sidang pengucapan putusan, begitu alurnya," ujar Fajar.
Penjelasan Fajar tersebut sekaligus membantah isu kebocoran putusan MK. [eta]