WahanaNews.co, Jakarta - Jumlah kekayaan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjadi perhatian publik, berkenaan dengan kasus korupsi yang terjadi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Berdasarkan data dari Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) KPK, SYL secara rutin melaporkan harta kekayaannya selama beberapa periode tertentu.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Pelaporan ini dimulai pada tanggal 30 Oktober 2019 ketika ia pertama kali menjabat sebagai Menteri Pertanian dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, ketika menjabat sebagai wakil gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, ia juga tercatat telah melaporkan LHKPN ke KPK pada tanggal 15 Desember 2005.
Selanjutnya, ketika ia menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan, ia secara rutin melaporkan LHKPN mulai dari tanggal 11 Maret 2009.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Dalam laporan LHKPN pertamanya, yang diberikan pada tanggal 15 Desember 2005, ia menyatakan memiliki kekayaan senilai Rp 3,13 miliar.
Kemudian, dalam laporan yang diajukan pada tanggal 11 Maret 2009, harta kekayaannya meningkat menjadi Rp 8,85 miliar. Angka tersebut naik lagi dalam laporan terbarunya per tanggal 6 September 2012, mencapai jumlah sebesar Rp 12,19 miliar.
Pada laporan per tanggal 30 Oktober 2019 atau saat awal menjabat sebagai menteri pertanian, ia melaporkan total harta kekayaan sebesar Rp 18,96 miliar. Pada laporan 31 Desember 2019 harta kekayaannya bertambah menjadi 19,96 miliar.
Sejak saat itu, nominal harta kekayaannya tidak mengalami perubahan sedikit pun pada pelaporan 31 Desember 2020.
Namun, pada laporan per tanggal 31 Desember 2021, total harta kekayaannya tercatat sempat turun menjadi Rp 19,61 miliar, sebelum akhirnya naik lagi pada laporan 31 Desember 2022 menjadi Rp 20,05 miliar.
Berdasarkan detail data harta yang ia miliki dalam LHKPN terakhir, yakni per tanggal 31 Desember 2022, ia memiliki harta kekayaan terbanyak untuk kategori tanah dan bangunan, mencapai Rp 11,31 miliar.
Terdiri dari 16 tanah dan bangunan yang tersebar di Gowa, hingga Makassar, baik atas perolehan sendiri maupun warisan.
Lalu, ia melaporkan kepemilikan alat transportasi dan mesin sebagai harta kekayaan senilai Rp 1,47 miliar.
Terdiri dari Toyota Alphard Rp 350 juta, Mercedes Benz Sedan Rp 250 juta, Suzuki APV Rp 50 juta, Mitsubishi Galant Rp 90 juta, Toyota Kijang Innova Rp 200 juta, dan Harley Davidson Rp 35 juta yang semuanya atas hasil sendiri.
Untuk kategori harta kekayaan alat transportasi dan mesin, selain atas hasil sendiri, ia juga memiliki mobil yang ia peroleh dari hasil hibah tanpa akta senilai Rp 500 juta. Kendaraan itu ialah Jeep Cherokee Tahun 2011.
Ia juga tercatat memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 1,14 miliar, serta kas dan setara kas Rp 6,11 miliar. Ia tercatat tidak memiliki utang sepeser pun, sehingga total kekayaannya yang tercatat secara rinci sebesar Rp 20.058.042.532.
Pada Rabu (11/10/2023), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan SYL sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang terkait dengan Kementerian Pertanian (Kementan).
Pada Jumat (13/10/2023), SYL menjalani proses pemeriksaan di kantor KPK. Setelah selesai pemeriksaan, politisi dari Partai NasDem itu keluar dengan mengenakan rompi oranye tahanan khusus yang digunakan oleh KPK dan juga diborgol.
Selain SYL, KPK juga memberikan status tersangka kepada dua pejabat Kementan lainnya, yaitu Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta (MH).
Selanjutnya, Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengonfirmasi bahwa SYL dan MH akan ditahan di Rumah Tahanan KPK selama periode 20 hari, yang dimulai sejak 13 Oktober hingga 1 November 2023.
Sementara itu, KPK menyatakan, selama menjabat sebagai Menteri Pertanian, SYL membuat aturan pribadi, yakni bawahan wajib memberi setoran jika tak mau dimutasi.
"Dengan jabatannya tersebut, SYL kemudian membuat kebijakan personal yang di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Alexander mengatakan hal itu diduga dilakukan SYL sejak tahun 2020 sampai 2023. SYL diduga menugaskan Hatta dan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono untuk mengutip upeti itu dari unit eselon I dan II di Kementan.
Setoran itu diberikan ke SYL lewat Hatta dan Kasdi dalam bentuk tunai, transfer, pemberian barang ataupun jasa. Kasdi juga telah menjadi tersangka dan ditahan lebih dulu.
"Terdapat bentuk paksaan dari SYL terhadap para ASN di Kementerian Pertanian di antaranya dengan dimutasi ke unit kerja lain hingga difungsionalkan status jabatannya," ucap Alexander.
Dia menyebut Kasdi dan Hatta diduga aktif menyampaikan permintaan setoran dari SYL itu dalam setiap forum formal dan informal Kementan. Alexander mengatakan duit setoran ke SYL dari para ASN Kementan itu berasal dari mark up anggaran hingga meminta ke vendor proyek Kementan.
Alexander mengatakan Kasdi dan Hatta mengumpulkan duit dari para Dirjen, Kepala Badan hingga Sekretaris Eselon I dengan nilai USD 4.000 hingga USD 10.000 atau setara Rp 62 juta hingga Rp 157 juta. Duit yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta itu disetorkan ke SYL setiap bulan.
Alexander mengatakan SYL diduga memakai uang itu untuk membayar cicilan kartu kredit, cicilan mobil Alphard, membayar perawatan wajah anggota keluarganya hingga untuk umrah. KPK menduga SYL, Kasdi dan Hatta telah menikmati Rp 13,9 miliar.
"Penerimaan dalam bentuk gratifikasi yang diterima SYL bersama-sama KS dan MH masih terus dilakukan penelusuran dan pendalaman oleh penyidik.
Atas perbuatannya tersebut, SYL, Kasdi dan Hatta dijerat Pasal 12e dan 12B Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Selain itu, SYL juga dijerat pasal 3 dan/atau 4 UU Tindak Pidana Pencucian Uang.
SYL sendiri telah buka suara terkait kasusnya. Dia mengatakan penyidik KPK bekerja secara profesional, dan minta tak dihakimi dulu sebelum proses pengadilan digelar.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]