WahanaNews.co | Keputusan
pemerintah membubarkan Front Pembela Islam (FPI) menuai kritikan mantan Ketua
MPR Amien Rais dengan membawa-bawa kisah Firaun. Sekjen PPP Arsul Sani buka
suara dan mengingatkan Amien Rais untuk berhati-hati membawa rujukan sejarah.
Baca Juga:
Habib Rizieq Shihab Singgung Nama Ahok dalam Istighosah Kubro PA 212
"Lebih dari itu jika kritik datang dari tokoh panutan
maka sepantasnya berhati-hati membuat tamsil atau rujukan sejarah," ujar
Arsul kepada wartawan, Jumat (1/1/2020).
"Apalagi jika itu hanya akan menambah keterbelahan baru
di masyarakat," terangnya.
Ia meminta Amien Rais bersikap proporsional dalam melihat
permasalahan. Arsul juga mengkritik sikap kritis Amien.
Baca Juga:
Bahas Normalisasi, Anies: Pembubaran FPI dan HTI Telah Diputuskan dan Disepakati
"Sikap kritis memang diperlukan dalam kehidupan
berdemokrasi kita, tetapi bukan kritis yang asal beda, asal bertentangan, tanpa
melihat sisi faktualnya secara keseluruhan," sebut Arsul.
Jika Amien terus kritis namun tanpa melihat fakta, maka
Arsul khawatir akan ada sosok-sosok antagonis yang dijadikan rujukan setelah
Firaun.
"Jika gaya Pak Amien terus begitu tentu sebentar lagi
akan muncul lagi tamsil dan penyamaan Pak Amien dengan sosok-sosok antagonis
yang dalam sejarah atau cerita diasosiasikan sebagai sosok negatif," ujar
Arsul.
Sebelumnya, Amien menyebut keputusan pemerintah melarang
seluruh aktivitas FPI telah menghabisi demokrasi Indonesia.
"Nah 30 Desember kemarin ada peristiwa yang lebih
dahsyat lagi yaitu FPI dibubarkan dengan SKB 3 menteri dan badan-badan tinggi
lainnya. Jadi yang tandatangan surat keputusan bersama itu adalah menteri dalam
negeri, menteri komunikasi dan informatika, menteri hukum dan HAM, kemudian
yang lainnya adalah Kapolri, jaksa agung dan kepala badan nasional
penanggulangan terorisme. Jadi saudaraku-saudaraku saya melihat ini sebuah
langkah politik yang memang menurut saya itu menghabisi demokrasi kita,"
kata Amien Rais dalam akun YouTube Amien Rais Official, Kamis (31/12/2020).
Amien Rais kemudian menyinggung soal Firaun. Setelah itu,
dia juga membacakan salah satu ayat Alquran.
"Nah dalam hal ini saudara-saudara, ini wanti-wanti
saya pada Pak Jokowi bahwa ketika Firaun mengganas di Mesir, biadab sekali ada
seorang iman yang mengingatkan, Hei firaun dan konco-konconya kamu jangan
biadab jangan membunuh orang semau-maumu, nah dia dikejar-kejar," tutur
dia.
Penjelasan Pemerintah
Pemerintah resmi mengumumkan pelarangan segala kegiatan yang
dilakukan Front Pembela Islam (FPI). Salah satu hal yang jadi pertimbangan
ialah catatan pidana yang dilakukan anggota ataupun mantan anggota FPI.
Catatan pidana anggota ataupun mantan anggota FPI dibacakan
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy
Hiariej. Anggota atau eks anggota FPI disebut telah melakukan pidana umum
hingga terorisme.
"Pengurus dan/atau anggota FPI maupun yang pernah
bergabung dengan FPI, berdasarkan data, sebanyak 35 orang terlibat tindak
pidana terorisme dan 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana. Di samping
itu, sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100
orang di antaranya telah dijatuhi pidana," kata Eddy Hiariej di kantor
Menko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (30/12).
Catatan pelanggaran pidana tersebut tercatat di poin kelima.
Poin selanjutnya yang jadi pertimbangan, FPI dilarang berkegiatan karena kerap
melakukan razia yang merupakan wewenang aparat hukum.
"Bahwa menurut penilaian atau dugaannya sendiri
terjadinya pelanggaran ketentuan hukum maka pengurus dan/atau anggota FPI kerap
kali melakukan tindakan razia (sweeping) di masyarakat yang sebenarnya hal
tersebut menjadi tugas atau wewenang aparat penegak hukum," ujarnya.
Eddy juga menegaskan FPI tak memenuhi persyaratan untuk
memperpanjang izin.
"Surat keterangan terdaftar Front Pembela Islam sebagai
organisasi kemasyarakatan berlaku sampai 20 Juni 2019, dan sampai saat ini
Front Pembela Islam belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang SKT itu.
Oleh karena secara de jure, 21 Juni 2019 Front Pembela Islam dianggap
bubar," ujar Eddy.
Eddy menjelaskan isi anggaran dasar FPI dianggap
bertentangan dengan Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
organisasi kemasyarakatan. [qnt]