WahanaNews.co, Jakarta - Jaksa KPK menghadirkan saksi bernama Miftahul Huda dalam sidang kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Dalam kesaksiannya, Miftahul menjelaskan gaji Gazalba sebagai dosen.
Melansir dari detikcom, Miftahul, yang juga seorang dosen, mengatakan Gazalba merupakan dosen tetap di Universitas Narotama, Surabaya, Jawa Timur. Dia mengatakan penyidik KPK pernah menanyakan soal gaji Gazalba ke kampus.
Baca Juga:
Drama Berlian Sintetik: Penyanyi Reza Artamevia Terseret Kasus Dugaan TPPU
"Apa yang Saudara tahu dengan masalahnya Pak Gazalba sehingga Saudara pernah diperiksa oleh penyidik. Coba judulnya aja soal apa?" tanya ketua majelis hakim Fahzal Hendri di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (5/8/2024).
“Saya juga kurang tahu, Yang Mulia. Jadi pada waktu itu ada surat dari penyidik datang ke kampus minta keterangan soal keuangan, penggajian, Yang Mulia," jawab Miftahul.
"Pak Gazalba dosen di sana, Pak?" tanya hakim.
Baca Juga:
Jerat Eks Pegawai MA Zarof Ricar, Kejagung Buka Peluang Lewat TPPU Gratifikasi Rp920 Miliar
"Benar, Yang Mulia," jawab Miftahul.
Miftahul mengatakan Gazalba mendapat gaji Rp 1,7 juta per bulan. Dia mengatakan gaji itu merupakan pembayaran untuk jasa Gazalba sebagai dosen tetap di Universitas Narotama.
"Berapa gajinya dari dokumen dari data yang ada?" tanya hakim.
"Terakhir sekitar Rp 1.700.000," jawab Miftahul.
"Rp 1.700.000 itu per bulan ya, Pak?" tanya hakim.
"Itu semuanya per bulan," jawab Miftahul.
"Jadi beliau itu Pak Gazalba Saleh itu dosen tetap?" tanya hakim.
"Iya, Yang Mulia," jawab Miftahul.
Dia mengatakan Gazalba terakhir mendapat gaji sebagai dosen pada 2021. Dia mengatakan Gazalba mengajar untuk kelas online setelah menjadi Hakim Agung pada 2017.
"Itu data tahun berapa itu Pak?" tanya hakim.
"Kalau tidak salah terakhir digaji tahun 2021, Yang Mulia," jawab Miftahul.
"2021 apakah Pak Gazalba sudah jadi Hakim Agung?" tanya hakim.
"Sudah, Yang Mulia," jawab Miftahul.
"Setelah jadi hakim agung apakah masih ngajar di universitas itu, Pak?" tanya hakim.
"Pada waktu itu iya, tapi hanya untuk online aja," jawab Miftahul.
Miftahul mengatakan Gazalba masih tercatat sebagai dosen tetap di Universitas Narotama, tapi tidak aktif mengajar. Dia mengatakan Gazalba tak lagi menerima gaji karena tidak mengajar.
"Resign?" tanya hakim.
"Bukan resign. Secara kepegawaian tetap, tapi aktivitasnya sudah tidak ada," jawab Miftahul.
"Kalau tidak ada aktivitas tidak ada gaji?" tanya hakim.
"Tidak ada, Yang Mulia," jawab Miftahul.
"Tapi masih tercatat sebagai dosen?" tanya hakim.
"Benar, Yang Mulia," jawab Miftahul.
"Kalau sewaktu-waktu ngajar masih bisa?" tanya hakim.
"Masih, Yang Mulia," jawab Miftahul.
Dakwaan Gazalba Saleh
Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Gazalba didakwa menerima gratifikasi secara bersama-sama senilai Rp 650 juta.
Jaksa KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Gazalba dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Jawahirul merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara.
Gazalba juga didakwa melakukan TPPU. Dalam dakwaan TPPU ini, jaksa awalnya menjelaskan Gazalba Saleh menerima uang dari sejumlah sumber. Pertama, Gazalba disebut menerima SGD 18 ribu atau Rp200 juta yang merupakan bagian dari total gratifikasi Rp650 juta saat menangani perkara kasasi Jawahirul Fuad.
Berikutnya, Gazalba disebut menerima Rp37 miliar saat menangani peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaffar Abdul Gaffar pada 2020. Uang itu diterima oleh Gazalba bersama advokat Neshawaty Arsjad.
Gazalba juga menerima penerimaan selain gratifikasi SGD 18 ribu sebagaimana dijelaskan dalam dakwaan pertama. Jaksa menyebut Gazalba menerima SGD 1.128.000 atau setara Rp 13,3 miliar, USD 181.100 atau setara Rp2 miliar, dan Rp 9.429.600.000 (sekitar Rp 9,4 miliar) pada 2020-2022. Jika ditotal, Gazalba menerima sekitar Rp62 miliar.
Jaksa kemudian menyebutkan Gazalba menyamarkan uang itu dengan membelanjakannya menjadi sejumlah aset. Antara membeli mobil Alphard, menukar ke valuta asing, membeli tanah/bangunan di Jakarta Selatan, membeli emas hingga melunasi KPR teman dekat. Total TPPU-nya sekitar Rp 24 miliar.
[Redaktur: Alpredo Gultom]