WAHANANEWS.CO, Jakarta - Indonesia tampaknya telah mengambil langkah strategis yang mengejutkan kawasan dengan menempatkan sistem rudal balistik jarak-pendek buatan Turki di Kalimantan Timur, sebuah keputusan yang dinilai para pengamat akan mengubah peta kekuatan di Asia Tenggara.
Para pakar mengatakan, “Belum ada negara di Asia Tenggara yang memiliki kemampuan operasional rudal balistik modern,” dan menilai dengan kemampuan serangan cepat serta presisi tinggi yang kini dimiliki Indonesia, dinamika sistem pertahanan kawasan akan berubah signifikan.
Baca Juga:
Ketua Dekranasda Kota Binjai Hadiri Puncak HUT ke-45 Dekranas di Balikpapan
Keputusan ini dikaitkan dengan relokasi ibu kota dari Jakarta menuju Ibu Kota Nusantara (IKN) serta meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan, yang menunjukkan pergeseran terukur Indonesia dari postur defensif menuju daya tangkal proaktif.
Secara geopolitik, langkah ini menandai pergeseran Indonesia dari ketergantungan pada negara-negara Barat menuju hubungan strategis yang lebih beragam dengan mitra seperti Turki, sekaligus memperkuat posisi tawar di arena global.
Kalimantan Timur dipilih karena relatif aman dari serangan langsung, strategis menghadap jalur pelayaran utama di bagian utara, dan menjadi lokasi berdirinya IKN, sehingga penempatan rudal di wilayah ini dianggap ideal untuk melindungi pusat pemerintahan dan negara.
Baca Juga:
Ketua TP PKK Kota Binjai Hadiri Puncak HKG ke-53 dan Rakernas X PKK di Samarinda
Sistem rudal balistik KHAN yang dikembangkan Roketsan pertama kali terlihat pada Jumat (1/8/2025) di Markas Kompi Raipur A Yonarmed 18 Buritkang, Tenggarong, Kalimantan Timur, melalui foto yang beredar di media sosial.
Rudal KHAN adalah rudal berpeluncur roket yang dapat membawa hulu ledak konvensional atau nuklir dengan jangkauan hingga 280 km, yang memungkinkannya menyerang hingga wilayah perairan sengketa.
Indonesia memesan rudal KHAN sejak 2022, menjadikannya negara pertama yang memiliki senjata ini di luar Turki, seperti disampaikan Wakil General Manajer Roketsan, Murat Kurtulus, ketika itu.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengonfirmasi pengiriman rudal balistik jarak-pendek dari Turki ke Indonesia, namun mengatakan, “Ini adalah gelombang pertama pembelian oleh Kementerian Pertahanan dan belum diserahterimakan kepada TNI AD.”
Karena itu, Wahyu menegaskan dirinya tidak dapat berkomentar apakah sistem rudal tersebut sudah resmi ditempatkan di Kaltim.
Ia juga tidak memberikan rincian jumlah rudal KHAN yang dibeli Indonesia dan di mana saja akan ditempatkan.
Kepala Biro Infohan Setjen Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang mengatakan pada Kamis pekan lalu bahwa pihaknya “belum monitor update” terkait rudal tersebut.
Pengamat pertahanan dari Janes di Singapura, Ridzwan Rahmat, mengatakan kepemilikan rudal balistik oleh Indonesia akan memicu perlombaan senjata di Asia Tenggara.
“Sampai sekarang, negara-negara (Asia Tenggara) menahan diri untuk tidak mengakuisisi rudal balistik taktis karena jangkauannya serta sifat senjatanya yang sulit ditangkis karena batas waktu intersepsinya yang sempit,” ujarnya.
Menurutnya, langkah Indonesia akan membuat negara-negara ASEAN lain memiliki rudal balistik sendiri serta meningkatkan sistem pertahanan udara.
Beni Sukadis dari LESPERSSI menilai, “Mereka mungkin melihat langkah ini sebagai eskalasi militer yang berpotensi memicu perlombaan senjata di Asia Tenggara.”
Beni menambahkan, meskipun penempatan rudal KHAN tersebut sah dalam konteks pertahanan nasional, Indonesia tetap perlu mengedepankan transparansi dan diplomasi pertahanan untuk menghindari persepsi ancaman berlebihan.
Khairul Fahmi dari ISESS di Jakarta mengatakan, “Dengan kata lain, penguatan ini bersifat responsif terhadap dinamika kawasan dan global, bukan agresif.”
Ia mengakui langkah ini akan mendorong negara-negara tertentu seperti Vietnam dan Thailand untuk mempertimbangkan memiliki rudal balistik, terutama jika ketegangan di Laut China Selatan meningkat.
Khairul memprediksi hal tersebut baru akan terjadi dalam jangka menengah, sekitar tiga hingga tujuh tahun ke depan, karena tidak semua negara ASEAN memiliki kapasitas fiskal dan industri pertahanan memadai.
Menurut Khairul, “Keterbukaan penuh atas jumlah, spesifikasi dan penempatannya, dapat membuka celah yang merugikan kepentingan pertahanan nasional.”
Ia menilai penempatan rudal KHAN dekat IKN mengirimkan sinyal bahwa Indonesia serius membangun arsitektur pertahanan untuk melindungi pusat pemerintahan baru dari berbagai skenario ancaman.
Rencana penempatan rudal di Kaltim pertama kali disampaikan pada Januari 2024 oleh Mayjen TNI Mohammad Naudi Nurdika saat menjabat Danpussesarmed, yang kala itu mengonfirmasi persiapan kedatangan rudal baru di IKN.
Beni menegaskan pemindahan ibu kota tidak hanya aspek administratif, tetapi juga reposisi postur pertahanan nasional, termasuk markas komando dan sistem pertahanan strategis.
Khairul menyebut Kaltim relatif aman dari ancaman langsung dan strategis karena berdekatan dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II yang kerap dilintasi kapal perang asing.
Kondisi tanah kering dan padat di Kaltim mendukung operasi cepat rudal KHAN di atas kendaraan Tatra 8x8 dengan taktik tembak-dan-gerak untuk menghindari serangan balasan.
Ridzwan mengatakan dibandingkan dengan Jawa, Kalimantan menawarkan posisi peluncuran ideal dengan dataran tinggi, jangkauan lebih jauh, dan pengawasan langsung terhadap jalur-jalur maritim penting.
Menurutnya, posisi ini memungkinkan Indonesia merespons cepat perkembangan di Laut China Selatan, meskipun bukan negara pengklaim, karena klaim sembilan garis putus-putus China tumpang tindih dengan ZEE Indonesia di Natuna.
Khairul menilai pembelian rudal KHAN mencerminkan diversifikasi orientasi pertahanan Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto, yang mengurangi ketergantungan pada mitra Barat dan memperluas kerja sama dengan negara seperti Turki dan India.
Sejumlah akuisisi besar, termasuk jet Rafale, F-15EX, KAAN, keterlibatan dalam KF-21 Boramae, penjajakan J-10C, dan rudal BrahMos, menunjukkan arah tersebut.
“Ini merupakan pernyataan strategis Indonesia bahwa pertahanan kawasan akan memasuki babak baru,” ucap Khairul.
Beni mengatakan langkah ini sejalan dengan modernisasi alutsista dan peningkatan interoperabilitas untuk menghadapi ancaman kontemporer.
Khairul mencatat kemitraan strategis dengan Turki mencakup peluang alih teknologi dan kemungkinan produksi dalam negeri, seperti perjanjian usaha patungan pada Juni 2025 di pameran Indo Defence untuk perakitan dan keberlanjutan teknologi rudal.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]