WahanaNews.co, Jakarta - Melki Sedek Huang, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dan keluarganya di Pontianak, Kalimantan Barat, mengaku mendapat intimidasi dari aparat berwenang.
Melki menduga intimidasi tersebut punya kaitan dengan gerakan mahasiswa soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat minimal batas usia capres-cawapres.
Baca Juga:
Ivan Tersangka Perundungan Siswa dapat Sambutan Selamat Datang dari Tahanan Lain
Melki mengatakan dirinya dan sejumlah mahasiswa lainnya kerap mendapat serangan-serangan digital maupun teror dalam berbagai bentuk. Namun, intensitasnya kian tinggi sejak hiruk pikuk putusan MK yang dipimpin ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman.
"Saya tidak tahu apapun motifnya, tapi saya punya keyakinan bahwa ini cukup bertalian erat dengan kondisi sosial politik yang hari ini sedang mengudara yang salah satunya adalah tentang hiruk pikuk putusan MK tersebut," kata Melki saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (8/11/2023), dilansir Selasa (11/11/2023).
Melki menyebut keluarganya di Pontianak, Kalimantan Barat juga didatangi oleh sejumlah pihak yang mengaku sebagai aparat keamanan beberapa minggu lalu. Melki menyebut pihak itu tidak menyebutkan asal satuannya. Mereka hanya mengaku sebagai aparat.
Baca Juga:
PGRI Angkat Bicara soal Bupati Vs Supriyani: Preseden Buruk Pemerintah Somasi Rakyat
"Paling parah Ibu saya di rumah Pontianak, didatangin sama orang berseragam TNI sama Polisi. Ditanya-tanya lah kebiasaan Melki di rumah dulu ngapain, ibu saya itu kalau balik ke rumah pernah balik malam enggak, balik jam berapa. Ya menanyakan kebiasaan orang-orang di rumah," tutur dia.
Selain itu, Melki juga mengaku mendapat kabar dari gurunya di SMA Negeri 1 Pontianak bahwa ada orang yang bertanya kebiasaannya ketika bersekolah. Hingga saat ini, Melki belum melaporkan kejadian teror tersebut kepada pihak kepolisian.
"Sampai sekarang masih wait and see sih," imbuhnya.
Teror tersebut, kata Melki, telah dibicarakan di dalam internal BEM UI.
Terpisah, Pangdam XII/Tanjungpura Mayjen Iwan Setiawan mengklaim tidak ada anggota yang terlibat dalam dugaan intimidasi terhadap Melki dan keluarganya di Pontianak, Kalimantan Barat.
"Sampai dengan saat ini, tidak ada anggota saya yang terkait dengan hal tersebut," kata lewat pesan singkat melansir CNN Indonesia, Jumat (10/11/2023).
Bantahan serupa juga diutarakan oleh Kapolda Kalimantan Barat Irjen Pipit Rismanto. Pipit menyatakan tidak ada anggota yang terlibat dalam dugaan intimidasi Melki dan keluarganya di Pontianak.
"Yang informasi awal kita duga apakah ada oknum anggota Polri, kita pastikan tidak ada oknum anggota Polri yang terlibat, kami pastikan tidak ada satupun anggota Polri yang melakukan tindakan-tindakan tercela yang tidak sesuai aturan," kata Pipit.
Pipit menegaskan jika masyarakat ada yang merasa terancam atau terintimidasi oleh anggota Polri, jangan ragu untuk melapor.
"Dari Polda Kalimantan Barat tentunya kita akan terbuka apabila ada hal-hal yang masyarakat merasa tidak nyaman atau merasa terintimidasi oleh oknum-oknum tertentu, silakan melaporkan secara resmi ke Polda Kalimantan Barat," kata dia.
Menko Polhukam Mahfud MD yang mendengar kabar tersebut akan mengirim tim guna mendalami dugaan intimidasi yang diduga dialami Melki dan keluarganya.
Mahfud mengatakan jika pihak yang diduga mengintimidasi Melki dan keluarganya adalah aparat kepolisian, hal itu telah melanggar konstitusi.
Saya akan mengirim tim dalam waktu dekat ini, apa betul itu diteror oleh polisi? Kita lihat, kita pastikan dulu, karena sekarang ini sesama warga sipil juga saling teror lalu nuduh polisi juga ada loh, banyak. Tapi kalau betul-betul polisi, nanti kita tangani," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (9/11).
MK sebelumnya telah memutus syarat minimal usia capres-cawapres yang semula 40 tahun menjadi 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih lewat pemilu termasuk pilkada.
Putusan itu akhirnya membuka pintu bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang masih berusia 40 tahun untuk maju di Pilpres 2024. Diketahui, Gibran adalah putra sulung Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar Usman yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK.
Putusan itu menuai pro dan kontra. Terdapat total 21 laporan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi yang dilayangkan sejumlah pihak. Anwar menjadi pihak yang paling banyak dilaporkan, yakni 15 laporan.
Majelis Kehormatan MK (MKMK) akhirnya menyatakan Anwar terbukti melanggar etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan MK soal syarat minimal usia capres-cawapres.
Lalu, Anwar dijatuhi sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Amar putusan itu dibacakan oleh Ketua MKMK Jimly Ashhiddiqie di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11) malam.
[Redaktur: Alpredo Gultom]