WahanaNews.co, Jakarta - Denny Januar Ali, pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), mengungkapkan bahwa elektabilitas Anies Baswedan sebagai calon presiden dari Koalisi Perubahan mengalami penurunan setelah ia mengumumkan Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden untuk Pilpres 2024.
Dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 2023, Denny menyebut bahwa banyak berita yang menyatakan bahwa elektabilitas Anies Baswedan menurun sejak ia mendeklarasikan diri sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden pertama dengan Muhaimin Iskandar.
Baca Juga:
Prabowo Tampil Berwibawa di Mata Dunia, Anies: Lawatan Internasional Sangat Produktif!
Deklarasi pasangan Anies-Cak Imin atau Amin dilakukan di Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 2 September 2023.
Hasil survei LSI Denny JA yang dilakukan pada bulan September 2023 menunjukkan bahwa Prabowo Subianto, calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), masih memimpin dengan elektabilitas sekitar 39,8 persen, diikuti oleh Ganjar Pranowo, calon presiden lainnya, yang mendapatkan sekitar 37,9 persen dukungan.
Kemudian, elektabilitas Anies hanya berkisar di angka 14,5 persen. Menurut Denny, dukungan kepada Anies masih jauh dibandingkan Ganjar dan Prabowo."Selisihnya lebih dari 20 persen," tambahnya.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
Tidak hanya itu, perbandingan dukungan kepada Anies Baswedan di bulan September dan Agustus juga menurun."Bulan Agustus, deklarasi (Anies) bersama Muhaimin belumlah dinyatakan. Deklarasi pasangan ini terjadi pada tanggal 2 September 2023," jelasnya, melansir Antara (3/10/2023).
Sebelum Deklarasi Amin, lanjut Denny, dukungan kepada Anies mencapai 19,7 persen. Namun, setelah deklarasi tersebut, dukungannya justru menurun sebanyak 5 persen menjadi 14,5 persen.
Denny menilai penurunan elektabilitas Anies disebabkan oleh dampak dari Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memilih mencabut dukungannya bagi Anies karena memilih Muhaimin sebagai pendampingnya.
Kritik SBY kepada Anies itu beredar cukup masif dan berdampak pada turunnya elektabilitas mantan gubernur DKI Jakarta itu. SBY mempertanyakan jika saat memilih bakal calon pendamping saja Anies tidak amanah, maka bagaimana nanti ketika dia terpilih sebagai pemimpin Indonesia.
"Itu kemarahan yang datang dari hati oleh presiden dua periode, yang pernah menjadi bintang di zamannya, dengan menang pilpres satu putaran saja, dengan dukungan tertinggi dalam sejarah pilpres langsung," jelas Denny.
Sementara itu, lanjut Denny, elektabilitas bakal capres dapat dilihat dari tiga fondasi. Pertama ialah rekam jejak kinerjanya di masa lalu. Kedua yaitu aneka program utama yang akan diberikan kepada rakyat. Ketiga adalah kepribadian.
"Jika kepribadian yang diserang seperti sekarang ini, Anies dianggap tidak amanah, apalagi yang menyerang adalah tokoh berpengaruh, disiarkan sangat masif pula; maka itu besar efeknya," tambahnya.
Walau begitu, menurut Denny, masih ada peluang bagi Anies untuk menjadi kejutan dalam fase akhir pemilihan. Skenario serupa pernah terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, di mana Anies justru berhasil keluar sebagai pemenang.
Denny menyatakan, "Anies masih memiliki potensi untuk menjadi kejutan (kuda hitam) pada pemilihan kali ini, walaupun tentu saja tantangannya lebih besar. Indonesia memiliki wilayah yang lebih luas dan situasi yang lebih kompleks daripada DKI Jakarta, dari Aceh hingga Papua. Ini juga sekaligus menjadi peringatan bagi Prabowo dan Ganjar untuk menghindari kesalahan besar. Mereka perlu menjaga agar tidak terkejar."
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]