WahanaNews.co, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik berdasarkan survei terbaru Indikator Politik Indonesia.
Kejaksaan mendapat kepercayaan 76,2%. Lalu, Polri 75,3% serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 70,3%.
Baca Juga:
Buntut Panjang Perselisihan Poltracking dan Persepi: Data Survei hingga Target Sanksi
Survei itu dilaksanakan pada 30 Desember 2023-6 Januari 2024 dengan melibatkan 4.560 responden, yang ditentukan secara stratified random sampling. Adapun toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho berpandangan, tingginya kepercayaan publik (public trust) terhadap Kejaksaan tidak semata-mata kinerja dalam penanganan suatu perkara hukum. Namun, ketegasan menindak oknum jajarannya yang menyimpang.
"Ini saya kira, trust ke depan (terbangun karena tegas terhadap oknum internal) yang harus dipahami oleh para penegak hukum. Jadi, tidak ada ampun kepada internal SDM yang melakukan sesuatu pelanggaran-pelanggaran," katanya dalam survei Indikator Politik Indonesia tentang "Tingkat Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Penegak Hukum dan Politikā, Selasa (23/1/2024).
Baca Juga:
Edy-Hasan Kandas di Survei, PDIP Banyak Pilih Paslon Bobby-Surya
Hibnu berpendapat demikian karena publik akan melihat aparat tidak menerapkan prinsip persamaan di hadapan hukum (qual before the law) jika tidak tegas menindak oknum internal yang melakukan pelanggaran.
"Masyarakat itu (akan menilai) penanganan yang tidak equal. Ketika penangan keluar itu optimal, tapi juga penangan-penanganan SDM internal juga harus betul-betul firm. Sehingga, tidak ada keraguan dalam suatu penangan perkara, betul-betul zero tolerance," sambungnya.
Hibnu lantas membandingkan kinerja masing-masing lembaga penegak hukum ketika menangani perkara yang berkaitan dengan internal masing-masing. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ungkapnya, cenderung lamban dalam mengusut dugaan pelanggaran kode etik pegawainya atau pimpinannya.
"Polisi kadang-kadang hanya dicopot. Tapi, kejaksaan, baru ada dugaan (jajarannya melakukan pelanggaran), langsung ambil (sikap tegas)," jelasnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]