WahanaNews.co | Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengungkapkan lebih baik tak usah pemilu jika berujung perpecahan. NasDem sudah buka suara dan menjelaskan, pernyataan Surya Paloh tersebut bukan ide untuk meniadakan pemilu.
Lantas apa maksudnya?
Baca Juga:
Pilkada DKI Jakarta: Anies Baswedan Hormati Langkah Nasdem yang Tak Mengusungnya
Pendiri Lembaga KedaiKOPI Hendri Satrio atau Hensat menilai pernyataan itu sebagai bentuk kekhawatiran. Dia menilai Surya Paloh mempertanyakan apakah negara mampu menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil pada 2024 nanti.
"Tak perlu pemilu bila hanya berujung perpecahan itu kalau kata Pak Surya Paloh. Itu kan sebetulnya kekhawatiran dari ketua umum parpol, mampukah negara melaksanakan pemilu yang jujur dan adil, tepat waktu dan benar-benar menjaga hak konstitusional rakyat," kata Hensat kepada wartawan, Selasa (26/7/2022).
Hensat mengatakan pernyataan itu menandakan keraguan Surya Paloh terhadap Pemilu 2024. Menurutnya, negara harus menjawab keresahan tersebut.
Baca Juga:
Tanggapi Pesimisme Surya Paloh, PDI-P Ingatkan Potensi Kejutan Politik Anies
“Yang pertama kekhawatiran terhadap kondisi negara, itu kan sebetulnya pertanyaan kepada negara. Mampukah negara melakukan pemilu yang jujur dan adil yang memang bisa menangkap aspirasi rakyat, menjaga hak hak konstitusional rakyat.”
Itu sebetulnya pertanyaan dari ketua umum, tokoh bangsa, kepada negara ini yang harus dijawab dengan pemilu yang jujur dan adil dan tepat waktu," ucapnya.
Selain itu, Hensat menyebut Surya Paloh juga hendak mengajak semua pihak untuk melakukan perubahan menjelang Pemilu 2024. Dia menilai itu merupakan ajakan untuk berhenti melakukan politik identitas.
"Ajakan untuk melakukan perubahan, tidak melakukan politik identitas negatif, kemudian ada hal-hal tersirat tentang bagaimana kepemimpinan nasional seharusnya dan yang paling penting ajakan memajukan Indonesia ke arah yang lebih baik dan itu seharusnya jadi inspirasi ketum parpol yang lain untuk mengajak hal yang sama," ujar dia.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno juga memberi analisis soal pernyataan Surya Paloh. Menurutnya, itu bisa dilatarbelakangi oleh dua hal.
"Konteksnya bisa dibaca dua hal. Pertama itu argumen normatif. Jangan sampai bangsa pecah belah hanya karena urusan pemilu. Politik elektoral mesti dimaknai biasa-biasa saja. Jangan sampai menggunakan segala cara untuk menang," kata Adi saat dihubungi terpisah.
Kedua, lanjut Adi, pernyataan Paloh juga bisa dibaca dalam konteks perpolitikan taktis saat ini tatkala NasDem sedang membangun poros koalisi.
Adi menilai pernyataan Paloh soal wanti-wanti perpecahan itu tak terlepas dari kondisi NasDem yang dinilai tak menguntungkan.
"Kedua, bisa juga dibaca dalam politik taktis saat ini. Karena pembelahan saat ini tak terlampau menguntungkan bagi NasDem yang saat ini sedang membentuk poros politik," ujar Adi.
NasDem mempunyai tiga sosok bakal calon presiden yang bakal diusung, yakni Anies Baswedan, Andika Perkasa, dan Ganjar Pranowo.
Adi menilai Gubernur DKI Anies Baswedan merupakan sosok yang paling realistis untuk diusung NasDem sebagai salah satu bakal capres 2024.
"Sementara itu, di antara tiga capres jagoan NasDem itu, yang paling realistis diusung adalah Anies, bukan Andika ataupun Ganjar. Andika masih jenderal aktif, tak boleh terjun politik praktis. Sementara Ganjar masih kader PDIP," katanya.
"Jadi jangan mentang-mentang ada aturan yang mempersilakan elite parpol menentukan capres, karena ada PT, kemudian dijawab dengan gerakan elite politik yang mengedepankan hanya ketum parpol yang bisa menjadi capres dan cawapres. Nah, ini semangatnya berbeda dengan Surya Paloh," lanjutnya. [rin]