Oleh JAYA SUPRANA
Baca Juga:
HRS Sebut ‘Negara Darurat Kebohongan’, Pengacara: Itu Dakwah
SAYA Nasrani, namun saya mengagumi ajaran-ajaran bijak agama-agama
bukan Nasrani, antara lain, ajaran Islam tentang tabayyun.
Selaras makna luhur yang terkandung
dalam ajaran Jesus Kristus tentang "jangan menghakimi", pada hakikatnya tabayyun
bijak mengingatkan saya agar selalu berupaya melakukan tabayun sebelum tega
menilai, apalagi menghakimi sesama manusia.
Baca Juga:
Habib Rizieq Bebas, Ini Respon Pecinta HRS di Majalengka
Anggapan
Pendapat tentang Habib Rizieq Shibab
(HRS) terbagi menjadi tiga.
Yang suka menganggap HRS orang baik,
yang tidak suka menganggap HRS orang jahat, yang netral menganggap HRS orang
biasa-biasa saja yang tidak perlu dipedulikan apalagi diperdebatkan
baik-buruknya.
Saya pribadi, akibat terpengaruh
berita-berita buruk tentang HRS, semula tergolong ke kelompok kedua, yaitu
tidak suka.
Maka, saya pun ikut menganggap HRS
orang jahat yang wajib ditakuti.
Sampai pada suatu hari, saya bertanya
kepada mahaguru filsafat Islam saya yang mantan ketua MPR RI 2004-2009, yaitu
DR Hidayat Nur Wahid tentang siapa sebenarnya insan bernama Habib Rizieq Shihab
yang dihebohkan sebagai orang terjahat di persada Nusantara itu.
Mas Nur Wahid menasihati saya agar
bukan hanya mendengar berita, melainkan juga menjumpai demi mengenal kenyataan
sikap dan perilaku manusia.
Akhirnya, saya berani memaksakan diri
untuk menjumpai manusia yang saya takuti itu dengan harap-harap-takut
berkunjung ke kediaman HRS di kawasan Petamburan.
Gereja
Ternyata, rumah HRS berdekatan dengan
sebuah gereja di antara lima gereja di Petamburan yang masih utuh dan aktif
digunakan para umat Nasrani untuk melakukan ibadah tanpa diganggu, apalagi
dirusak oleh umat Islam di Petamburan.
Gedung sederhana sebagai mabes Laskar
FPI yang tersohor bengis juga terletak tidak jauh dari rumah HRS mau pun
bangunan gereja.
Bahkan, di masa menghadapi musibah
banjir, sudah lazim bahwa para umat Nasrani bersatupadu dengan umat Islam untuk
saling tolong-menolong satu dengan lainnya dalam suasana kerukunan umat
beragama yang layak menjadi suriteladan bagi umat manusia di seluruh pelosok
planet bumi.
Sebelum berjumpa dengan HRS, saya
membayangkan sesosok insan manusia yang arogan, demagogik, merasa diri paling
benar sendiri, maka pasti sama sekali tidak ramah.
Ternyata, prabayangan saya itu total
keliru.
Nyatanya, HRS ramah tamah penuh
kerendahan hati maka senantiasa siap mendengar apa yang saya ucapkan, termasuk
yang bersifat negatif terhadap HRS dengan sabar.
Dengan tersenyum geli, HRS mendengar pernyataan
saya bahwa saya sangat takut berjumpa HRS sebab berpraduga bahwa pastilah HRS
sombong, semau gue,merasa paling benar sendiri, intoleran.
Pokoknya, semua kaidah untuk disebut
sebagai orang jahat paripurna terpenuhi secara sempurna.
Ternyata saya keliru. Jangan percaya
saya sebelum mau pun setelah menyimak rekaman wawancara saya dengan HRS yang
kini terabadikan di YouTube di link: youtu.be/ht2xU7Foe6I.
Kebebasan Berpendapat
Saya tidak berani memengaruhi opini
orang lain terhadap HRS, sebab saya tidak memiliki kekuasaan untuk
melakukannya.
Saya tidak memiliki hak apa pun
terhadap pendapat sesama manusia terhadap sesama manusia yang sepenuhnya
merupakan hak asasi setiap insan manusia.
Hak asasi saya cuma satu, yaitu hak
asasi memiliki harapan bahwa bangsa Indonesia berkenan menghentikan angkara
murka kebencian terhadap sesama warga bangsa Indonesia sendiri demi
mengejawantahkan makna luhur terkandung di dalam segenap sila Pancasila, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Itu semua sebagai pedoman kita bersama
dalam bergotong-royong membangun masyarakat adil dan makmur yang hidup bersama
di sebuah negeri gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta rahardja.
MERDEKA! (Jaya Suprana, Filsuf, Budayawan,
Penggagas Rekor MURI)-dhn