WahanaNews.co, Jakarta - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Aswanto, menjadi ahli dalam perkara permohonan Partai Amanat Nasional (PAN) di sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024.
Aswanto menilai bahwa sebagian besar pemungutan suara di Papua mestinya dibatalkan jika tidak dilakukan penghitungan suara.
Baca Juga:
Langkah Pengamanan Menjelang Pilkada Serentak, Asistensi Operasi Damai Cartenz di Intan Jaya
Hal ini muncul ketika Hakim MK Enny Nurbaningsih menanyakan terkait permohonan PAN dalam perkara 82-01-12-36/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, yang mempermasalahkan hasil noken partainya di Dapil Papua Tengah yang lebih rendah dari Partai NasDem.
"Kalau tidak ada formulir C Hasil di tingkat distrik, apakah hasil yang ditetapkan tetap sah atau tidak? Dasar penghitungan suara berjenjang dimulai dari C hasil," tanya Enny dalam sidang sengketa Pileg 2024 di MK, Senin (27/5/2024) kemarin.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Aswanto selaku ahli dari pihak pemohon PAN menyatakan bahwa sebenarnya mayoritas pemungutan suara di Papua mestinya dibatalkan karena tidak adanya penghitungan suara akibat sistem noken yang digunakan.
Baca Juga:
Denisovan, Manusia Purba yang Kuat: Jejak DNA-nya Masih Hidup di Orang Papua
"Seharusnya mayoritas pemungutan suara di Papua dibatalkan karena tidak adanya penghitungan suara dengan menggunakan sistem noken," ungkap Aswanto.
"Kalau kita mau jujur sebagian besar pemungutan suara di Papua harus dinyatakan batal. Tentu teman-teman KPU lebih paham bahwa banyak sekali daerah terutama yang menggunakan sistem ikat atau sistem noken itu tidak dilakukan perhitungan di TPS,"ujar Aswanto.
"Tapi langsung dilakukan rekapitulasi di tingkat distrik, sama dengan contoh yang saya katakan tadi ketika Pilpres tidak ada rekapitulasi di tingkat, tidak ada perhitungan suara di tingkat TPS, langsung rekapitulasi di tingkat distrik, Yang Mulia," sambungnya.
Dia mengatakan secara yuridis hal itu bertentangan dengan prinsip keteraturan bahwa perhitungan yang harus dilakukan di tingkat TPS sekalipun sistemnya noken atau ikat. Dia meminta KPU untuk membahasnya secara jujur.
"Saya mohon teman-teman KPU nanti bisa jujur mengatakan bahwa sekian banyak daerah di Papua yang tidak dilakukan itu bahkan sebenarnya saya seringkali ke Papua, pada hari pemilihan itu yang katanya sistem Noken itu atau sistem ikat itu masyarakat yang ada di situ hadir untuk bermufakat, hadir untuk bermusyawarah dengan menyerahkan atau menyaksikan apa yang sudah dimusyawarahkan sebelumnya apakah betul diserahkan kepada yang sebagaimana mestinya?" kata dia.
"Itu sebenarnya juga sering tidak terjadi, Yang Mulia. Ini yang harus kita benahi agar ini tidak berulang terus. Rasanya capek kita mendengar setiap pemilu pasti ada konflik semacam itu," katanya, melansir Detik, Selasa (28/5/2024).
Ia lantas mempertanyakan apakah mesti ada pembatalan hasil pemilihan di daerah Papua atau tidak. Ia menekankan sekalipun sistem noken, penghitungan suara perlu dilakukan di TPS.
"Bahwa semestinya menurut undang-undang, perhitungan suara sekalipun itu noken harus tetap dilakukan di TPS dan hasil itulah melalui kalau Papua melalui kepala kampung diserahkan kepada distrik lalu dilakukan rekapitulasi secara berjenjang dari kecamatan sampai pusat. Itu yang mestinya sah menurut saya, Yang Mulia," imbuhnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]