WahanaNews.co | Terkait kasus Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Isfi Syafitra yang menjadi saksi terdakwa Muara Perangin Angin mengakui dirinya ikut membuat "daftar pengantin", berisi pembagian perusahaan yang mengerjakan sejumlah proyek.
"Daftar pengantin isinya saya cocok-cocokkan saja perusahaannya dengan pekerjaannya. Saya yang menentukan perusahaan apa, dapat proyek apa," kata Isfi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Baca Juga:
Liburan di kebun durian miliknya, satu keluarga di timpa pohon tumbang 3 orang Meninggal dunia
Dalam surat dakwaan, Isfi disebut sebagai anggota Grup Kuala; sementara Muara Perangin Angin, selaku Direktur CV Nizhami, didakwa menyuap Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin sejumlah Rp572 juta, dalam pengerjaan paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat tahun 2021.
Dalam dakwaan, Terbit Rencana Peraingin Angin selaku Bupati Langkat disebut memiliki sejumlah orang kepercayaan, antara lain Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra. Orang-orang kepercayaan Terbit itu biasa disebut Grup Kuala untuk mengatur tender pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat.
Isfi sendiri merupakan Wakil Bendahara di Badan Pengurus Cabang (BPC) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Langkat, sedangkan Muara adalah Ketua BPC Gapensi Langkat.
Baca Juga:
Polres Binjai Gerebek Kampung Narkoba di Kecamatan Selesai
Daftar pengantin dalam dakwaan tersebut berisi catatan paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Langkat, pagu anggaran, serta nama-nama perusahaan yang akan mengerjakan paket pekerjaan tersebut.
Penentuan daftar perusahaan yang akan mengerjakan paket tersebut dilakukan oleh "Perwakilan Istana", yaitu Iskandar Perangin Angin selaku kakak sekaligus orang kepercayaan Terbit Rencana Perangin Angin.
"Daftar pengantin disetujui sama ULP (Unit Layanan Pengadaan), karena sudah ada kesepakatan sebelumnya. Saya tinggal upload dokumen saja," ungkap Isfi.
Isfi mengaku dia biasa mengurus proyek di Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.
"Sekitar 30-40 persen dokumen perusahaan itu saya yang mengurus, karena perusahaan minta tolong ke saya. Jadi di Gapensi ada beberapa perusahaan, lalu Pak Marcos datang sewa perusahaan; karena yang punya perusahaan ada di Gapensi, jadi saya yang ngerjain dokumennya, termasuk dokumen perusahaan Pak Muara," tambah Isfi.
Menurutnya, Marcos Surya Abdi adalah orang kepercayaan Iskandar yang mengurus berbagai hal terkait keuangan.
"Saya baru ikut ambil uang karena Pak Marcos menyuruh saya ambil uang itu. Setiap pekerjaan yang dapat proyek harus kasih ke Pak Marcos," tambahnya.
Atas tugas tersebut, Isfi mengaku mendapat imbalan dari setiap jasanya dalam mengurus dokumen.
"Saya hanya dapat Rp1 juta per pekerjaan, tapi tahun ini belum ada," tukasnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebutkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Isfi mengaku mendapat uang Rp5 juta saat mengerjakan dokumen di 2019, sementara di 2020 dia mengaku mendapat uang Rp10 juta saat mengerjakan dokumen.
"Dalam BAP, Saudara menyebut 'Saya membantu mengurus proses mulai tender sampai proses pencairan milik Marcos. Dari pengurusan, saya dapat uang jasa dari Marcos Rp2 juta-Rp3 juta dari Marcos'. Ini benar?" tanya JPU KPK Zainal.
"Benar, tapi ada untuk bos-bos juga; tapi untuk upload dokumen saja Rp1 juta," jawab Isfi.
"Tapi, Saudara, selain dari Marcos, dapat juga dari kontraktor?" tanya JPU Zainal lagi.
"Iya, dapat dari dua pihak," jawab Isfi.
Dalam dakwaan, Muara Perangin Angin disebut mendapatkan paket pekerjaan penunjukan langsung di Dinas PUPR, yaitu berupa paket pekerjaan hotmix senilai Rp2,867 miliar; paket pekerjaan penunjukan langsung berupa rehabilitasi tanggul, pembangunan pagar, dan pos jaga; pembangunan jalan lingkar senilai Rp971 juta; serta paket pekerjaan penunjukan langsung berupa pembangunan SMPN 5 Stabat dan SMP Hangtuah Stabat senilai Rp940,558 juta.
Pada 17 Januari 2022, Muara menemui Marcos dan Isfi untuk meminta pengurangan commitment fee menjadi 15,5 persen dan disetujui oleh Iskandar, sehingga total yang harus diserahkan oleh Muara sejumlah Rp572.221.414 dan dibulatkan menjadi Rp572 juta.
Pada 18 Januari 2022, Muara menyerahkan uang sebesar Rp572 juta yang dibungkus plastik hitam kepada Isfi Syahfitra. Pada hari yang sama, Isfi dan Shuanda menyerahkan Rp572 juta kepada Marcos untuk diberikan kepada Terbit Rencana Perangin Angin melalui Iskandar. Mereka diamankan petugas KPK beserta barang bukti uang. [rsy]