WahanaNews.co | Andy Irfan, Sekjen Federasi Kontras yang tergabung dalam Tim Gabungan Aremania bakal melapor kepada Presiden Joko Widodo dam Divisi Propam Polri atas hilangnya potongan rekaman CCTV di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Dia bahkan menganggap Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD bak sedang dikerjai polisi.
Baca Juga:
Soal Kanjuruhan, PSSI Disebut Belum Jalankan Rekomendasi TGIPF
"Tiga jam kalau enggak salah dari rekaman CCTV hilang. Saya tidak tahu kepolisian ini memang kerja atau mengerjain sih. Kalau TGIPF dikerjain gimana yang lain," kata Andy di Malang, Jawa Timur pada Rabu, 19 Oktober 2022.
Adapun dalam laporan TGIPF rekaman CCTV sempat merekam pergerakan kendaraan barakuda polisi yang akan mengangkut tim Persebaya Surabaya keluar dari Stadion Kanjuruhan. Tetapi pada pukul 22.21 WIB rekaman CCTV hilang.
Setidaknya, rekaman CCTV dihapus dengan durasi waktu 3 jam 21 menit. Suasana rekonstruksi tragedi Kanjuruhan di lapangan sepak bola Polda Jatim.
Baca Juga:
2 Legiun Asing Persija Rindukan Liga 1 Segera Bergulir Lagi
"Saya kira TGIPF memiliki hak hukum dan hak politik karena memang dia dibentuk oleh Presiden RI untuk secara tegas dan bicara langsung. Kapolri agar seluruh barang bukti yang ada tidak ada dirusak oleh aparat kepolisian di lapangan maupun aparat kepolisian yang di bawah otoritas Polda Jawa Timur," ujar Andy.
Bahkan Andy bersama Aremania dalam waktu segera akan melaporkan sederet kejanggalan raibnya rekaman CCTV pada Presiden dan Propam Mabes Polri. Sebab, mereka menilai polisi justru melakukan penghambatan penegakan hukum.
Petugas Polda Jawa Timur memberikan bantuan sekaligus jaminan pelayanan kesehatan kategori prioritas untuk para korban dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan di sejumlah wilayah di Jawa Timur, Selasa, 18 Oktober 2022.
"Polisi sebagai penegak hukum justru melakukan penghambatan. Menghambat upaya penegakan hukum, polisi sebagai aparatur yang mempunyai kewenangan untuk mengungkapkan fakta justru menghambat upaya proses itu sendiri. Kita akan melaporkan kepada Propam polri dan Presiden Jokowi," tutur Andy.
Federasi KontraS menilai Polda Jatim tidak bekerja profesional dalam mengungkap fakta-fakta Tragedi Kanjuruhan.
Apalagi rekaman CCTV yang hilang merupakan detik-detik kunci dalam peristiwa yang menewaskan 133 Aremania dan Aremanita itu.
"Itu menit-menit krusial. Kita boleh berimajinasi saat awal-awal hendak terjadi tindakan kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh aparat Brimob dan Sabhara. Seperti temuan kita dari awal bahwa aparat Brimob dan Sabhara ada di lokasi dengan senjata gas air mata yang telah ada di tangan. Tentu itu sesuatu yang tidak wajar, mengapa dari awal dipersenjatai oleh gas air mata," kata Andy. [tum]