“Padahal pada prinsipnya, negara memberikan kesempatan bagi putra-putri bangsa untuk memimpin bangsa dan membuka seluas-luasnya agar calon terbaik bangsa dapat mencalonkan diri. Oleh karenanya, obyek permohonan adalah ketentuan yang diskriminatif karena melanggar moralitas," ungkap Direktur LBH PSI, Francine Widjojo, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, pada Senin (3/4/2023) lalu.
Selain PSI, gugatan ini dimohonkan oleh beberapa kader partai berlambang bunga mawar itu, yakni Anthony Winza Probowo (Pemohon II), Danik Eka Rahmaningtyas (Pemohon III), Dedek Prayudi (Pemohon IV), dan Mikhail Gorbachev (Pemohon V).
Baca Juga:
Survei LSI: 54 Persen Responden Bukan Penerima Bansos Dukung Prabowo-Gibran
Mereka menilai, batas usia 40 tahun bertentangan dengan "moralitas dan rasionalitas", lantaran berpotensi menimbulkan bibit-bibit diskriminasi sebagaimana termuat dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
Di mata mereka, beleid itu berpotensi merugikan 21,2 juta hak konstitusional anak muda Indonesia usia 35-39 tahun yang dapat dipilih pada Pemilu 2024.
"Ketika rakyat Indonesia dipaksa hanya memilih pemimpin yang sudah bisa memenuhi syarat diskriminatif, tentu ini menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat Indonesia yang memilih maupun orang yang dipilih,” sebut Francine.
Baca Juga:
Bawaslu RI Tanggapi Kritik dalam Film Dokumenter 'Dirty Vote'
Partai Garuda juga telah mengajukan gugatan terkait aturan mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam perkara nomor 51/PUU-XXI/2023.
Partai Garuda mengusulkan agar pengalaman dalam penyelenggaraan negara menjadi syarat alternatif selain usia minimum 40 tahun.
Selain itu, pada tanggal 17 Mei 2023, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa juga mengajukan petitum yang sama dengan Partai Garuda dalam perkara nomor 55/PUU-XXI/2023.