WahanaNews.co | Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, beberapa ketentuan terkait izin tambang di UU Mineral dan Batu Bara atau UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945.
Putusan ini terbit setelah majelis hakim mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap UU ini.
Baca Juga:
RI Kalah Gugatan Nikel di WTO, Jokowi Auto Banding!
"Dinyatakan inkonstitusional bersyarat," demikian bunyi keterangan resmi Mahkamah Konstitusi terkait Putusan Nomor 64/PUU-XVIII/2020 ini yang dibacakan pada 27 Oktober 2021.
Sebelumnya, gugatan uji materi diajukan oleh tiga pemohonan.
Tapi, hanya gugatan pemohon II yang dikabulkan sebagian oleh MK, yaitu dari Muhammad Kholid Syeirazi, pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
Baca Juga:
Pakar Hukum Sebut Pencabutan 2.343 Izin Usaha Tambang Tidak Sah
Beleid yang digugat adalah UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba (perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009).
Ketentuan yang digugat terutama izin tambang seperti KK (Kontrak Karya) dan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara).
Beleid ini baru diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 10 Juni 2020.
Lewat beleid baru ini, Jokowi mengesahkan masukannya pasal baru, yaitu Pasal 169A.
Pasal inilah yang kemudian dikoreksi oleh hakim MK dalam putusan mereka.
Lalu apa saja pasal yang dianggap MK bertentangan dengan UUD?
1. Frasa "Diberikan Jaminan"
Dalam Pasal 169A ayat (1) disebutkan bahwa: "KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setelah memenuhi persyaratan dengan ketentuan..."
Frasa "diberikan jaminan" inilah yang dianggap MK bertentangan dengan UUD.
Sehingga, MK pun mengubah frasa ini menjadi "dapat diberikan perpanjangan".
Dalam poin pertimbangan, anggota majelis hakim Aswanto menyebut pemberian jaminan ini menutup peluang BUMN untuk berperan dalam memajukan perekonomian sesuai dengan semangat Pasal 33 UUD 1945.
Selain itu, MK juga menilai aturan pemberian jaminan ini akan menutup dan menjauhkan implementasi penguasaan sumber daya alam oleh negara.
“Dengan demikian, permohonan Pemohon II (Kholid Syeirazi) beralasan menurut hukum untuk sebagian,” kata Aswanto.
2. Frasa "Dijamin"
Dalam Pasal 169A ayat (1) huruf a disebutkan bahwa: "kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan dalam bentuk IUPK..."
Lalu, dalam Pasal 169A ayat (1) huruf b disebutkan bahwa: “kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dijamin untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK..."
Artinya, kedua aturan ini mengandung frasa "dijamin".
Frasa inilah yang dikemudian dianulir MK dan dianggap inkonstitusional.
Sehingga, MK pun mengubah frasa "dijamin" ini menjadi "dapat".
Lebih lanjut, Kholid Syeirazi hanya salah satu pihak yang menggugat UU Minerba ke MK, lewat jalur uji materi.
Selain Syeirazi, secara terpisah ada juga gugatan formil yang diajukan terhadap UU Minerba.
Para penggugatnya yaitu eks Ketua MK, Hamdan Zoelva; peneliti energi, Marwan Batubara, Tamsil Linrung, dan beberapa orang lainnya.
Tapi, MK menolak seluruh permohonan yang diajukan Hamdan Zoelva dan kawan-kawannya ini. [qnt]