Sebagai atlet karate, Asadi pun mengaku sedih lantaran kebangkitan Taliban diartikan sebagai akhir dari upaya ia dan perempuan Afghanistan lainnya menggapai cita-cita mereka.
Taliban kerap membatasi bahkan melarang kaum perempuan untuk bekerja, bersekolah, hingga bepergian tanpa wali pria ketika kelompok itu memerintah Afghanistan 25 tahun lalu.
Baca Juga:
Sesama Pengungsi, Warga Afghanistan dan Ukraina Saling Gusur di Jerman
Selama tinggal di Indonesia, Asadi memiliki kesempatan meneruskan passion dengan membuka kursus karate khusus bagi anak-anak pengungsi, yakni Cisarua Refugee Shotokan Karate Club (CRSKC).
Berikut petikan wawancara lengkap wartawan bersama Asadi:
Bagaimana Anda bisa lari ke Indonesia dan tinggal di sini selama beberapa tahun terakhir?
Baca Juga:
IRAP Serukan Kesetaraan Perlakuan terhadap Pengungsi Afghanistan dan Ukraina
Hidup saya, terutama sebagai perempuan di Afghanistan, saat itu dalam bahaya. Maka dari itu saya meninggalkan negara saya.
Saya orang Hazara, salah satu etnis minoritas di Afghanistan yang kerap menjadi target Taliban.
Sebelum saya menjadi pengungsi di Indonesia, saya pernah lari ke Pakistan dan pada 2010 saya kembali ke Afghanistan.