WAHANANEWS.co, Jakarta - Mengendalikan emosi merupakan tantangan yang kerap dihadapi oleh banyak orang. Tidak jarang, situasi sehari-hari memicu perasaan marah, frustrasi, atau kesedihan yang sulit dikendalikan.
Bagaimana seseorang merespons situasi yang penuh tekanan bisa berdampak besar pada kesehatan mental dan hubungan interpersonal.
Baca Juga:
4 Zodiak Ini Terlalu Melibatkan Perasaan Saat Ambil Keputusan
Sering kali, kita mendengar nasihat untuk "tetap tenang" atau "mengambil napas dalam-dalam", tetapi apa sebenarnya yang terjadi dalam otak kita saat kita berusaha mengontrol emosi?
Para ilmuwan telah melakukan banyak penelitian untuk memahami mekanisme di balik regulasi emosi.
Otak manusia, dengan segala kompleksitasnya, memiliki sistem yang dirancang untuk mengelola berbagai perasaan dan reaksi.
Baca Juga:
Simak, Begini 6 Cara Orang Cerdas Mengelola Emosinya
Salah satu area utama yang terlibat dalam proses ini adalah amigdala, yang berfungsi sebagai pusat pengolahan emosi.
Ketika kita menghadapi situasi yang memicu emosi, amigdala memberikan sinyal kepada bagian lain dari otak untuk merespons.
Namun, bagaimana kita merespons sinyal tersebut sangat bergantung pada sejumlah faktor, termasuk pengalaman masa lalu, genetik, dan keterampilan pengendalian diri.
Selain amigdala, korteks prefrontal juga memainkan peran penting dalam regulasi emosi.
Bagian otak ini bertanggung jawab untuk fungsi eksekutif, seperti perencanaan, pengambilan keputusan, dan kontrol impuls.
Korteks prefrontal membantu menilai situasi secara lebih rasional dan menekan respons emosional yang berlebihan.
Sayangnya, tidak semua orang memiliki tingkat pengendalian emosi yang sama, dan ini sering kali dikaitkan dengan perbedaan dalam perkembangan atau fungsi korteks prefrontal.
Mengapa sulit mengontrol emosi?
1. Koneksi saraf yang kuat
Koneksi antara amygdala dan bagian otak lainnya yang mengatur respons emosional sangat kuat. Ini berarti, ketika ada pemicu emosi, respons otomatis seringkali lebih cepat daripada respons yang dipikirkan.
2. Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu dapat membentuk cara kita merespons situasi tertentu. Jika kita pernah mengalami trauma atau stres yang berkepanjangan, kita mungkin lebih rentan mengalami emosi negatif.
3. Faktor biologis
Hormon, neurotransmitter, dan genetik juga dapat mempengaruhi cara kita merasakan dan merespons emosi.
Penelitian menunjukkan bahwa latihan mindfulness, terapi kognitif, dan teknik relaksasi dapat membantu memperkuat kemampuan otak untuk mengendalikan emosi dengan lebih efektif.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]