WahanaNews.co, Jakarta - Legenda kapal asing pengangkut emas yang karam di perairan Indonesia masih menjadi buah bibir.
Kapal itu bernama Flor de la Mar. Kapal ini berasal dari Portugis yang dinahkodai oleh pelaut-pelaut tenar seperti Estevao da Gama.
Baca Juga:
Peredaran Ganja Asal Aceh Tujuan Sumbar 624 Kg Diungkap BNN
Saat melintasi laut Indonesia, kapal pembawa emas 60 ton hasil rampokan itu tiba-tiba karam ke dasar lautan. Tepatnya saat melintasi lautan Aceh.
Melansir CNBC Indonesia, Senin (1/7/2024) cerita legendaris itu bermula pada 1502 silam. Kapal Flor de la Mar berasal di Lisboa, Portugis. Kapal ini memiliki spesifikasi bobot 400 ton dengan panjang 36 meter. Kapal itu bisa mengangkut 500 pelaut dan 50 senjata.
Pada eranya, kapal Flor de la Mar dinobatkan sebagai kapal terbesar di Eropa. Status demikian membuat Flor de la Mar menjadi kapal utama dalam rangkaian eksplorasi lautan Portugis.
Baca Juga:
Dari Aceh, Presiden Jokowi Lanjutkan Kunjungan Kerja ke Provinsi Sumatra Utara
Pelayaran perdana kapal tersebut adalah ke India untuk menemukan rempah-rempah dan menaklukkan wilayah di sana. Nahkodanya adalah Estevao da Gama, sepupu dari pelaut legendaris, Vasco da Gama.
Selama berlayar, Flor de la Mar pernah rusak di Mozambik. Namun, masalah itu bukanlah hal besar karena kapal kembali berlayar ke India.
Kesuksesan ini membuat kapal tersebut diikutsertakan lagi untuk menaklukkan Malaka. Saat itu Malaka dikenal sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, sebelum akhirnya diketahui bahwa rempah-rempah di sana berasal dari Maluku.
Pada 1511, Flor de la Mar sampai juga di Malaka. Di sana, kapal bertugas mengangkut harta-harta yang disita Portugis. Kala itu, armada Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque melakukan penyerangan terhadap Sultan Mahmud dari Kesultanan Malaka. Penyerangan tersebut dibarengi oleh perampasan paksa harta milik Sultan Mahmud.
Harta-harta tersebut kemudian diangkut Flor de la Mar. Tercatat kapal itu mengangkut 60 ton emas. Sebagaimana dimuat Amirul Hadi dalam Respons Islam terhadap Hegemoni Barat (2006).
Dalam tulisannya itu, Amirul menyebut harta yang ada di kapal menjadi harta rampasan termahal yang pernah diperoleh Portugis sejak mereka tiba di India.
Dalam perjalanan dari Malaka ke India, kapal Flor de la Mar dikawal oleh kapal-kapal pengiring yang kecil. Tentu ini dilakukan agar kapal tersebut tak dirampok bajak laut.
Meski sudah dipastikan aman dari bajak laut, kapal Flor de la Mar tak aman dari ancaman alam. Di hari kedua pelayaran seluruh kapal berlayar menuju jalur badai yang sangat dahsyat.
Badai dan ombak datang tak berhenti. Praktis, semua kapal layar itu goyang apalagi seluruh kapal tercatat kelebihan muatan.
"Kapal yang kelebihan muatan itu segera tenggelam ke dasar laut. Membawa serta seluruh awak kapal dan semua harta berharga yang dikandungnya," tulis Peter O. Koch dalam To the Ends of the Earth: The Age of the European Explorers (2015).
Akibat bencana itu, Flor de la Mar tak hanya rusak parah tapi juga karam. Kapal dilaporkan menghantam terumbu karang dekat Pulau Sumatera, tepatnya di perairan Pedir, daerah Pidie, Aceh Barat.
Ketika badai terjadi tak ada satupun orang yang menyelamatkan 60 ton emas itu. Semua bergegas menyelamatkan diri, begitu juga pimpinan pelayaran, Alfonso de Albuquerque.
"Ini adalah ekspedisi yang ditakdirkan untuk bukti dari sifat serakah," tulis Peter O. Koch.
Hingga kini emas 60 ton itu masih misteri. Namun, mengingat sifatnya yang tahan air, emas itu dipastikan masih ada sampai sekarang setelah ratusan tahun lamanya.
Hanya saja, lokasinya sudah pasti berpindah dari titik awal karamnya kapal. Hingga kini pun, belum ada pemburu harta karun yang berhasil menemukannya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]