Manusia yang berdoa kepada Tuhan, tetapi sebetulnya
kepada iblis pada hakikatnya adalah manusia yang percaya Tuhan.
Beda, misalnya, dengan para filsuf eksistensialis abad
ke-20 yang ateistik.
Baca Juga:
Mengenal Tahapan Ledakan Bom Nuklir dan Dampak Mematikannya
Eksistensialisme ateistik dipicu berbagai hal,
khususnya pada waktu Perang Dunia II.
Manusia berkali-kali berdoa kepada Tuhan agar perang
segera berakhir, tetapi kenyataannya justru perang makin berkobar, Hitler makin
berkuasa, dan kesengsaraan makin merajalela.
Manusia berpikir, seandainya Tuhan ada, pasti Tuhan
akan mengabulkan doa-doa itu.
Baca Juga:
Tak Satu pun Bunker Bisa Digunakan, Jerman Tak Siap Hadapi Perang Dunia III
Namun, karena kekuatan dan kebiadaban Hitler makin
menjadi-jadi, mereka menganggap bahwa pada hakikatnya Tuhan tidak ada.
Kalau Tuhan tidak ada, siapakah yang bertanggung jawab
untuk menghentikan perang?
Tidak lain adalah manusia sendiri.