Manusia yang berdoa kepada Tuhan, tetapi sebetulnya
kepada iblis pada hakikatnya adalah manusia yang percaya Tuhan.
Beda, misalnya, dengan para filsuf eksistensialis abad
ke-20 yang ateistik.
Baca Juga:
Lima Negara yang Dapat Menjadi Sekutu Indonesia dalam Perang Dunia ke-3
Eksistensialisme ateistik dipicu berbagai hal,
khususnya pada waktu Perang Dunia II.
Manusia berkali-kali berdoa kepada Tuhan agar perang
segera berakhir, tetapi kenyataannya justru perang makin berkobar, Hitler makin
berkuasa, dan kesengsaraan makin merajalela.
Manusia berpikir, seandainya Tuhan ada, pasti Tuhan
akan mengabulkan doa-doa itu.
Baca Juga:
Jokowi Katakan Harga Gandum dan Pupuk Naik Imbas Perang Ukraina dan Rusia
Namun, karena kekuatan dan kebiadaban Hitler makin
menjadi-jadi, mereka menganggap bahwa pada hakikatnya Tuhan tidak ada.
Kalau Tuhan tidak ada, siapakah yang bertanggung jawab
untuk menghentikan perang?
Tidak lain adalah manusia sendiri.