WahanaNews.co |
Bupati Lumajang, Jawa Timur, Thoriqul Haq, mengaku sempat diancam dibunuh usai menertibkan
praktik pungutan liar (pungli) di wilayahnya.
Thoriq, sapaan akrabnya,
mengaku tak mudah menutup praktik ini.
Baca Juga:
Ayah di Tangerang Perkosa Anak Tiri Diringkus Polisi
Kepada wartawan, Thoriq
menceritakan peristiwa ini terjadi pada 2019, di tahun pertama dirinya menjabat,
usai dilantik akhir 2018.
Thoriq mengaku menerima
banyak laporan terkait pungli di jasa timbangan pasir ini.
"Jadi itu tentang sidak
saya ke tempat timbangan pasir. Itu tahun 2019, atas banyaknya laporan yang
menggunakan tanda terima atas nama pemerintah tetapi kami, Pemkab, merasa tidak
membuat atau mencetak tanda terima itu. Indikasinya, waktu itu mereka mencetak
sendiri," ungkap Thoriq kepada wartawan di Surabaya, Kamis (17/6/2021).
Baca Juga:
Bareskrim Polri Akan Selidiki Ancaman Pembunuhan Penelitian BRIN ke Warga Muhammadiyah
Thoriq mengatakan, persoalan
kedua, mekanisme timbangan pasir ini memungkinkan menjadi persoalan hukum di
waktu yang akan datang.
Karena, mekanismenya tidak
pada tata aturan yang benar.
"Waktu itu, ada MoU
antara Pemkab Lumajang tahun 2005 dengan pihak ketiga atau swasta yang
melakukan penyelenggaraan jasa timbangan atau sekaligus pemungutan pajak. Jasa
timbangan dan pemungutan pajak itu tidak boleh dikelola oleh pihak ketiga atau
dipihak-ketigakan oleh pemerintah," papar Thoriq.
"Seiring berjalannya
waktu, ada mekanisme gugatan, ada evaluasi dalam aspek hukum waktu itu, dan
hasilnya pemerintah dinyatakan bersalah menyatakan MoU. Perkara itu sampai ke
Mahkamah Agung, dan MA memutuskan bahwa perjanjian kerjasamanya itu
diperbolehkan, karena itu mekanisme keperdataan dalam kerjasama dan siapapun
diperkenankan dalam kerjasama," tambahnya.
Melihat fakta ini, Thoriq
kemudian membuat telaah hukum.
Hasilnya, Thoriq berpikir,
jika membiarkan hal ini, suatu saat akan menjadi masalah.
"Saya telaah, nanti saya
menjadi bagian yang bisa jadi melakukan pembiaran atas masalah hukum yang ada.
Begitu saya menjadi bagian dari pembiaran, bisa menjadi bagian dari
kesalahan," imbuh Thoriq.
Lalu, Thoriq coba melakukan
langkah dan melakukan inspeksi mendadak (sidak).
Dia pun menemui hal yang sama
dengan laporan yang diterimanya.
"Betul, saat saya sidak,
pertama temuannya ada karcis atau tanda terima yang betul-betul ada di loket
pihak ketiga tersebut dan memakai logo Pemda dan atas nama dinas yang itu tidak
ada dalam nomenklatur kedinasan yang saat ini ada. Jadi, itu nomenklatur dinas
yang lama," ungkapnya.
"Kemudian, jasa timbang
ini analisa dalam perjanjian kerjasama yang kami telaah, sama sekali tidak pada
proses aturan yang berkeadilan terhadap Pemda," imbuh Thoriq.
Thoriq juga mengatakan, dalam
MoU, Pemkab Lumajang mendapatkan pemasukan Rp 1,5 miliar per tahun.
Namun, pihak swasta yang
melakukan pungli bisa mendapat Rp 3 Miliar.
"Karena salah satu MoU-nya
berdasarkan perhitungan per tahun, rata-rata kita, Pemkab Lumajang, mendapatkan
Rp 1 miliar sampai Rp 1,5 miliar. Sementara jasa timbang ini bisa menghasilkan
Rp 3 miliar dalam waktu satu bulan atau lebih. Itungannya, truk kalau sekali
lewat itu bayar Rp 150 ribu. Kemudian, kalau di Lumajang banyak sisi, ada
700-800 truk tiap malam keluar dari Kabupaten Lumajang, tiap hari,"
jelasnya.
Akhirnya, praktik pungli jasa
timbang ini pun bisa diakhiri.
Namun, Thoriq mendapatkan
dampak dengan datangnya sejumlah ancaman yang diterima melalui pesan WhatsApp.
"Berselang waktu,
ancaman itu hilang dengan sendirinya. Mungkin ujian di awal kepemimpinan,"
lanjut Thoriq.
Meskipun memilih abai, Thoriq
mengatakan, dirinya juga sempat khawatir saat ada pesan yang berisi foto
sekolahan anaknya.
Saat itu, anak Thoriq tengah
bersekolah di Surabaya, sedangkan dirinya di Lumajang.
"Yang saya khawatir
waktu itu, ketika dia memfoto sekolah anak saya. Anak saya di Surabaya kelas 6
SD, mau pindah ke Lumajang tapi mau lulus, karena saat itu saya menjadi DPRD
Provinsi Jatim dan tinggal di Surabaya. Sempat punya pikiran, masa iya harus
mempertaruhkan anak, masa depan saya dan anak-anak keluarga saya,"
imbuhnya.
"Tapi, berjalannya
waktu, saya pastikan anak dijemput dalam waktu yang tepat, diantar dalam waktu
yang benar," tambahnya.
Tak hanya itu, Thoriq
mengatakan, selama ini dirinya memang memberikan nomornya ke sejumlah
masyarakat.
Hal ini untuk memudahkan
interaksi dan mendapat laporan langsung dari masyarakat.
"Yang soal itu sudah,
dan berganti dengan masalah lain. Karena saya ini, handphone saya pegang sendiri. Banyak yang bisa WhatsApp dan laporan ke saya. Jadi, saya
bisa langsung berinteraksi, walaupun sebenarnya capek ada telepon masuk, WhatsApp
masuk. Terutama WA yang saya malam hari baru lihat. Merespons itu kan kadang butuh waktu,"
pungkasnya. [qnt]