WAHANANEWS.CO, Jakarta - Fenomena hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau yang dikenal dengan istilah “kumpul kebo” semakin mengemuka di sejumlah wilayah Indonesia.
Tren ini mencerminkan pergeseran nilai dan pandangan generasi muda terhadap relasi, pernikahan, dan institusi keluarga.
Baca Juga:
Realitas Kumpul Kebo, Antara Pilihan Hidup dan Konsekuensi Jangka Panjang
Laporan The Conversation menyebutkan, banyak anak muda kini memandang pernikahan sebagai sesuatu yang terlalu normatif dan dibalut oleh aturan yang kompleks.
Sebaliknya, mereka menilai kohabitasi sebagai bentuk relasi yang lebih otentik dan bebas dari tekanan sosial.
Di banyak budaya Asia yang mengedepankan nilai agama dan tradisi, praktik ini masih dipandang tabu.
Baca Juga:
Studi BRIN Soroti Maraknya Kumpul Kebo di Wilayah Timur RI
Namun di Indonesia, fenomena kumpul kebo mulai tampak lebih umum di wilayah-wilayah tertentu, khususnya Indonesia Timur yang mayoritas penduduknya non-Muslim.
Sebuah studi pada 2021 berjudul The Untold Story of Cohabitation mengungkap bahwa praktik kohabitasi paling banyak terjadi di kawasan seperti Manado, Sulawesi Utara.
Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yulinda Nurul Aini, menemukan bahwa praktik kumpul kebo di Manado terjadi dengan alasan-alasan spesifik, yakni beban finansial, kerumitan prosedur perceraian, serta penerimaan sosial yang lebih terbuka.