WahanaNews.co | Pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM) baru-baru
ini mengundang perhatian publik.
Pasalnya, dalam reshuffle kali ini, Jokowi - Ma'ruf Amin memilih beberapa crazy rich alias menteri super kaya yang
berasal dari kalangan pengusaha muda.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
Sebagian kalangan menduga, terpilihnya menteri crazy
rich merupakan upaya balas jasa terhadap mereka yang sudah berjuang dengan
finansialnya di Pilpres 2019 lalu.
Terlepas dari dugaan tersebut,
Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (Sudra), Fadhli Harahab, menilai, masuknya
nama-nama menteri crazy rich tak
lepas dari situasi dan kondisi Tanah Air terkini, khususnya
terkait dengan politik dan ekonomi.
Dari aspek politik, Fadhli mengatakan, Jokowi ingin ada stabilitas. Sementara aspek ekonomi, tentu pemerintah ingin ada kebangkitan pasca diterpa pandemi
Covid-19.
Baca Juga:
Ribuan Warga Hadir, Saat Jokowi Blusukan di Banyumas Dampingi Luthfi
Lalu, apa
pertimbangan plus-minus masuknya nama-nama menteri super
kaya dalam kabinet?
"Aku pikir, Jokowi sudah mempertimbangkan dengan mantap kebijakannya terkait reshuffle kabinet. Termasuk memasukkan
nama-nama menteri super kaya," ujar Fadhli kepada wartawan, Senin
(28/12/2020).
Menurutnya, nilai plus dari masuknya
menteri crazy rich dalam kabinet, selain karena kapabilitas mereka di bidang ekonomi dan bisnis,
juga karena pemilik modal yang punya jaringan luas.
"Nampaknya Jokowi sangat konsen
dengan ekonomi, investasi. Terpilihnya menteri kaya raya tak lepas dari
strategi itu. Termasuk terpilihnya Budi Gunadi sebagai menteri kesehatan.
Padahal beliau sendiri tidak punya background
di bidang itu," ujarnya.
Jokowi berharap, para pengusaha muda
ini mampu menjadi inspirasi bagaimana kesuksesan mereka dalam mengelolah
kapital.
Selain mereka juga mampu melahirkan
ide baru karena dinilai berpengalaman dalam mengurus berbagai lini bisnis
mereka.
"Jokowi butuh ide kreatif mereka,
menajemen dan diplomasi dari pengalaman terjun langsung mengelola lini bisnis
sehingga berkembang. Kemampuan mereka itu yang diharapkan mampu diterapkan
ketika menjabat menteri," ujarnya.
Lebih lanjut, Fadhli menilai, masuknya crazy rich
dalam kabinet akan memunculkan anggapan minor, khususnya soal perkembangan kehidupan berdemokrasi.
Crazy rich dinilai akan
membajak demokrasi dengan kekuatan politik serta finansial yang dimiliki
mereka.
Tetapi, saat ini
belum sepenuhnya semua kebijakan dapat dipengaruhi crazy rich, atau yang lebih dikenal plutokrasi.
"Potensi ke arah sana, ada.
Buktinya menteri yang masuk kabinet saat ini. Tetapi aku lihat mereka ini
dipilih memang untuk konsen dibidang pengembangan ekonomi dan investasi,"
ujarnya.
Lebih lanjut Fadhli mengatakan, dampak minus plutokrasi ini akan memunculkan maraknya praktik
korupsi, karena semuanya akan diukur oleh kapital. Praktik monopoli ekonomi
hingga kartel.
"Bukan berarti era demokrasi saat
ini praktik korupsi, monopoli tidak ada. Tetapi kita bisa bayangkan bagaimana
kemudian kebijakan negara dipegang oleh orang yang menguasai finansial,"
pungkasnya. [qnt]