WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kisah jatuhnya kerajaan raksasa edtech Byju mencapai titik paling kelam setelah valuasi perusahaan yang pernah menyentuh US$22 miliar kini ambruk menjadi tak bernilai dan pendirinya, Byju Raveendran, diperintahkan pengadilan untuk membayar lebih dari US$1,07 miliar pada Rabu (20/11/2025).
Startup yang dulu dipuji sebagai tonggak kejayaan teknologi India itu kini dihadapkan pada serangkaian tuntutan hukum, dan Raveendran menuding para kreditur telah menyesatkan pengadilan sambil menegaskan bahwa ia akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
Baca Juga:
DJP Kumpulkan Rp 11,48 Triliun dari Pengemplang, Target Akhir Tahun Kian Dekat
Raveendran yang sempat dielu-elukan sebagai ikon kebangkitan industri startup di India kini justru menghadapi kejatuhan reputasi setelah hakim kepailitan Delaware menyatakan ia beberapa kali mengabaikan perintah pengadilan dan memberikan jawaban yang dianggap menghindar terkait transfer dana US$533 juta dari unit Byju di AS pada 2022 yang tak pernah kembali.
Dalam putusan yang terbit pada Rabu (20/11/2025), hakim juga menyoroti persoalan terkait kepemilikan saham kemitraan terbatas bernilai sekitar US$540,6 juta, yang bermula dari upaya para kreditur menarik kembali pinjaman jangka panjang sebesar US$1,2 miliar yang diberikan kepada Byju.
Pada Selasa (01/04/2025), sekelompok kreditur AS yang dipimpin GLAS Trust menggugat Raveendran dan istrinya, Divya Gokulnath, atas hilangnya dana pinjaman US$533 juta, sementara pasangan tersebut bersikukuh bahwa mereka tidak bersalah dan justru menuduh adanya upaya pengambilalihan paksa perusahaan.
Baca Juga:
Momen Haru di Kabanjahe, Wamentan Sudaryono Resmi Sandang Marga Karo
Mereka lalu menyatakan rencana untuk mengajukan gugatan senilai US$2,5 miliar terhadap GLAS Trust dan pihak lain di berbagai yurisdiksi meski hingga kini belum ada laporan resmi terkait pengajuan gugatan tersebut.
Gugatan yang berkembang tersebut menambah panjang daftar persoalan hukum yang sudah menjerat Byju termasuk perkara percepatan pinjaman jangka panjang yang sebelumnya digugat di Mahkamah Agung New York pada 2023.
Putusan terbaru ini keluar setelah sidang pada Minggu (29/09/2025), di mana hakim menilai Raveendran telah melewatkan sidang, tidak memenuhi tenggat yang diperpanjang, serta mengabaikan sanksi harian US$10.000 yang belum dibayarkan.
Hakim kepailitan AS Brendan Shannon mengatakan situasi dalam perkara ini bersifat luar biasa karena pola ketidakpatuhan yang berbulan-bulan dan memberikan tenggat tujuh hari kepada para pihak untuk merespons putusan itu.
“Kami menilai bahwa Pengadilan AS keliru dalam putusannya atas perkara ini dan akan mengajukan banding dan gugatan lain yang diperlukan terkait putusan ini dan perintah-perintah terkait,” ujar J. Michael McNutt, penasihat litigasi senior Lazareff Le Bars yang mewakili Raveendran, pada Senin (24/11/2025).
“Menurut pandangan kami, pengadilan mengabaikan fakta-fakta yang relevan,” tambahnya sambil menilai hakim tidak memberi ruang bagi Raveendran untuk menyampaikan pembelaan memadai.
Pihak kuasa hukum juga berpendapat bahwa putusan itu tidak mempertimbangkan informasi bahwa GLAS Trust mengetahui dana pinjaman Alpha tidak digunakan untuk kepentingan pribadi para pendiri melainkan untuk Think & Learn selaku induk usaha Byju.
Tim hukum Raveendran menyampaikan bahwa pihaknya tengah menyiapkan tuntutan terhadap GLAS Trust dan entitas lain di sejumlah yurisdiksi dengan estimasi gugatan mencapai setidaknya US$2,5 miliar yang akan diajukan sebelum akhir 2025 apabila tidak ada penyelesaian.
Meski demikian, putusan verstek ini menandai babak paling dramatis dalam kejatuhan Byju, startup yang pernah menjadi kebanggaan India dan didukung investor raksasa seperti Tiger Global, Chan Zuckerberg Initiative, dan Prosus.
Byju kini terjebak dalam krisis berlapis termasuk kekeringan pendanaan, PHK besar-besaran, sengketa kendali perusahaan, serta proses kebangkrutan yang diawasi pengadilan di India sejak tahun lalu.
Upaya Raveendran menantang yurisdiksi pengadilan Delaware juga sebelumnya ditolak hakim karena dinilai berkaitan langsung dengan aktivitas penggalangan dana dan posisi Raveendran dalam perusahaan AS.
Awal pekan ini, dokumen pengadilan kebangkrutan Delaware menyebut sebagian besar dari US$533 juta yang hilang dari Alpha, unit Byju di AS, diduga dikembalikan ke Raveendran dan sejumlah rekannya.
Dalam tanggapannya, Raveendran menegaskan bahwa dana tersebut tidak digunakan untuk kepentingan pribadi dan sementara itu, Byju tengah menjalani proses penjualan yang diawasi pengadilan di India dengan peminat awal seperti Manipal Education and Medical Group (MEMG) dan UpGrad milik Ronnie Screwvala.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]