WahanaNews.co | Salah satu produsen produk elektronik, Foxconn yang sebelumnya dikenal sebagai produsen iPhone akan bekerja sama dengan Kementerian Investasi dan sejumlah perusahaan, untuk mengembangkan mobil listrik di kawasan Asia Tenggara.
Foxconn atau Hon Hai Precision Industry Co Ltd merupakan perusahaan asal Taiwan yang bergerak dalam penelitian dan pengembangan, pembuatan, serta penjualan produk komputer, komunikasi dan elektronik konsumen (3C).
Baca Juga:
Investasi Properti Asing di IKN Capai Rp55 Triliun, Ini Daftar Lengkapnya!
Teknologi yang dikembangkan Foxconn dapat ditemukan dalam berbagai perangkat seperti komputer desktop, komputer notebook, komputer tablet, server, ponsel, proyektor, pembaca e-book, kamera digital, server, radiator workstation, dan konsol game rumahan.
Produk-produk perusahaan ini sebagian besar didistribusikan di China, Amerika Serikat, dan Jepang.
Di Asia Tenggara, Foxconn sudah dikenal sebagai salah satu produsen ponsel pintar Apple, iPhone. Foxconn memproduksi iPhone bersama dua manufaktur lain yang juga berasal dari Taiwan, yakni Pegatron dan Wistron.
Baca Juga:
Modal Asing Rp 6,82 Triliun Mengalir ke RI dalam Sepekan
Dilansir dari Nikkei, ketiga perusahaan tersebut dapat memproduksi 200 juta unit iPhone dalam setahun, dan 60 persen di antaranya diproduksi oleh Foxconn.
Perusahaan yang dibentuk pada 1974 ini menekankan kemahirannya dalam Komputasi Awan, Perangkat Seluler, Internet of Things, Big Data, kecerdasan buatan, jaringan jerdas, dan robotika atau otomatisasi, namun saat ini Foxconn juga tengah melebarkan sayap ke ranah kendaraan listrik dan kesehatan digital.
Dilansir dari situs resminya, Foxconn yang fokus di bidang penelitian dan pengembangan telah memiliki 83,5 ribu hak paten.
Pada 2020, perusahaan teknologi ini berhasil mencatatkan pendapatan fantastis 5,35 triliun dollar Taiwan atau sekitar Rp2,767 quadriliun dan menjadi perusahaan dengan peringkat 26 di Fortune Global 500.
Kerja sama Foxconn dan Indonesia dalam membangun ekosistem kendaraan listrik di Indonesia itu disebut memiliki total investasi US$8 miliar (setara Rp114 triliun).
Kerja sama ini diklaim untuk membangun ekosistem energi baru di Indonesia yang juga mencakup pengembangan industri pendukung, seperti sistem penyimpanan energi, hingga pembangunan stasiun pertukaran baterai dan daur ulang. [bay]