WahanaNews.co | Koordinator Residen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Indonesia Valerie Julliand mengajak pemerintah untuk terus memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk bijak bermedia sosial.
Hal yang harus mulai dikurangi salah satunya adalah ujaran kebencian yang khususnya marak tersebar di media sosial menjelang pesta demokrasi Pemilu 2024 mendatang.
Baca Juga:
Polres Fakfak Tangkap Pelaku Ujaran Kebencian, Viral di Facebook
Valerie mengatakan bahwa ujaran kebencian merusak solidaritas dan pemahaman bersama dalam komunitas masyarakat atau social cohesion.
“Ujaran kebencian telah menjalar dan merusak kohesi sosial dan merusak pemahaman bersama yang seharusnya ada dalam sebuah komunitas dan masyarakat,” kata Julliand dalam acara diskusi grup forum “Social Media 4 Peace in Indonesia Addressing Gaps in Regulating Harmful Content Online”, Selasa (28/6/2022).
Dia menjelaskan bahwa ujaran kebencian mungkin telah menjadi masalah yang ada sejak lama, namun di masa kini hal tersebut menjadi isu yang terus berkembang di seluruh dunia terutama dengan adanya platform-platform digital.
Baca Juga:
Ditemukan Buku Ajaran Sesat di Rumah Makan Tebet Jaksel, Polisi Turun Tangan
Menurut dia, alat-alat digital tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan yang positif seperti edukasi dan penyebaran ilmu pengetahuan.
“Namun alat-alat digital ini dieksploitasi untuk menyebarkan rasisme, kebencian terhadap perempuan dengan kekerasan, dan berbagai bentuk diskriminasi lainnya,” kata Julliand.
PBB, lanjutnya, telah menjadikan 18 Juni sebagai hari anti ujaran kebencian dunia dan telah mengadopsi resolusi terkait isu tersebut, yang menunjukkan komitmennya dalam menghadapi ancaman yang muncul dari ujaran kebencian.
Selain itu, salah satu badan PBB, yakni UNESCO, juga telah memulai sebuah inisiatif yang disebut Social Media for Peace yang diimplementasikan di tiga negara, salah satunya Indonesia.
“Objektif dari program ini adalah untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap konten yang membahayakan di dunia maya, terutama ujaran kebencian dan disinformasi,” tambahnya.
Hal itu dilakukan melalui moderasi konten yang dilakukan dan dipimpin oleh masyarakat sendiri guna mempromosikan penggunaan media sosial yang bijak dan positif bersama.
Dengan demikian, masyarakat dapat melakukan perubahan dalam penggunaan media sosial tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi. [rin]