"Adik
yang paling kecil kalau tidur selalu sama Ibu dan Bapak. Sekarang saja dia
masih trauma kalau mendengar kata "ibu" dan "bapak", mau di handphone, di telepon, atau di televisi.
Kalau orang cerita, langsung itu, dia pasti menangis sampai sesak," kata
dia.
Menurut
Komisioner dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno
Listyarti, negara harus hadir, mulai dari pemberian pendampingan psikologis, hingga
pemberian bantuan kesehatan dan pendidikan.
Baca Juga:
Tips Cara Mengatur Ruang Pribadi Hindari Konflik dengan Pasangan Saat Pandemi
"Pertama-tama
[yang harus dilakukan] tentu pendataan. Kementerian Dalam Negeri melalui Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) harus memastikan berapa angka
kematian orang tua yang punya anak-anak usia di bawah 18 tahun," kata
Retno, melalui sambungan online.
Selanjutnya,
menurut Retno, Kemendagri berkoordinasi dengan Kementerian Sosial, Kementerian
Kesehatan, dan Kementerian Pendidikan untuk menyiapkan program-program yang
dapat diakses anak-anak yatim piatu Covid, seperti Kartu Indonesia Sehat dan
Program Keluarga Harapan.
"Jadi
anak-anak ini tetap bisa melanjutkan pendidikan dan tetap bisa
melanjutkan hidup," lanjut Retno.
Baca Juga:
Dukung Estafet Keketuaan ASEAN 2024, Indonesia Beri Hibah ke Laos Senilai Rp 6,5 Miliar
Sementara,
melalui sebuah rilis, Kementerian Sosial menyatakan bahwa data akurat by name by address yatim piatu Covid-19 masih
dalam proses pengumpulan tim di lapangan.
Berdasarkan
data dari Satgas Penanganan Covid-19 per 20 Juli 2021, diketahui terdapat 11.045 anak
menjadi yatim piatu, yatim atau piatu.
Namun, KPAI
memprediksi terdapat lebih dari 40.000 anak, dan Kawal Covid-19 mengestimasi
lebih dari 50.000 anak telah menjadi yatim/piatu akibat pandemi hingga Juli
lalu.